Senin, 22 Desember 2025

Selain Dugaan Mark Up, Pengamat Singgung Pemufakatan Jahat di Proyek Whoosh

Photo Author
- Kamis, 30 Oktober 2025 | 18:56 WIB
Pengamat Anthony Budiawan menyinggung soal pemufakatan jahat dalam proyek Whoosh. (Tangkapan layar YouTube Bambang Widjojanto)
Pengamat Anthony Budiawan menyinggung soal pemufakatan jahat dalam proyek Whoosh. (Tangkapan layar YouTube Bambang Widjojanto)

GEMA LANTANG -- Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menduga ada pemufakatan jahat terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Anthony menyebut bahwa penawaran tender antara Jepang dan China sebelumnya memiliki perbedaan pada angka proyeknya.

Jepang menawarkan nilai proyek 6,2 miliar dolar Amerika, sementara China dengan 5,5 miliar dolar Amerika yang kemudian berkembang menjadi 6,07 miliar dolar Amerika di mana selisihnya sekitar 570 juta dolar Amerika.

Angka proyek dari China 6,07 miliar dolar Amerika masih mengalami pembengkakan karena ada biaya cost overrun sebesar 1,2 miliar dolar Amerika, sehingga totalnya menjadi 7,27 miliar dolar Amerika.

Baca Juga: Said Didu Sebut Purbaya Bakal Buka 'Kotak Pandora' Era Jokowi

Perbandingan Bunga Pinjaman antara Jepang dan China

Anthony kemudian membeberkan tentang penawaran bunga di awal proyek kereta cepat tersebut antara Jepang dan China.

“Jepang menawarkan bunga 0,1 persen bunga pinjaman karena Indonesia nih nggak ada duit, jadi 75 persen harus pinjam dari nilai proyek,” kata Anthony Budiawan dalam siaran podcast Obrolan Waras yang diunggah di kanal YouTube Bambang Widjojanto pada Kamis, 30 Oktober 2025.

“Nah, China menawarkan yang 6,07 miliar dolar Amerika itu yang 75 persennya adalah pinjaman, suku bunganya 2 persen per tahun, 20 kali lipat,” tambahnya.

Menurut hitungannya, 75 persen dari nilai proyek, dari cost overrun 1,2 miliar dolar Amerika berarti 900 juta dolar Amerika dengan bunga 3,4 persen per tahun.

Baca Juga: Dilema Aksi 'Jepret' di Jalanan yang Dinilai Bikin Kabur Privasi dan Seni Fotografi

“Itu proyek China, total selama konsesi proyek, artinya grace period (masa tenggang pembayaran setelah jatuh tempo) 10 tahun ditambah cicilan pokok 40 tahun, totalnya kemahalan 4,5 miliar dolar Amerika atau sekitar Rp75 triliun,” terangnya.

Dugaan Pemufakatan Jahat hingga Mark Up Anggaran

Dengan perhitungan yang ia miliki tersebut, Anthony dengan tegas menduga bahwa ada dugaan tentang kesepakatan yang melanggar aturan.

“Kenapa kemahalan ini tetap dipilih? Ini yang saya katakan bahwa ada satu pemufakatan jahat di mana yang lebih mahal tetap dipilih dan ini merugikan negara totalnya Rp75 triliun,” jelasnya.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Tags

Artikel Terkait

Terkini

D’Raja Law Firm, Mitra Hukum Terpercaya di Indonesia

Selasa, 16 Desember 2025 | 19:16 WIB

Pengamat: Perpol Kapolri tak Langgar Keputusan MK

Minggu, 14 Desember 2025 | 12:55 WIB

Pengamat Sebut Temuan Ombudsman RI Bukan Putusan Hukum

Sabtu, 13 Desember 2025 | 15:57 WIB

Tanfidziyah Copot Gus Ipul dari Posisi Sekjen PBNU

Sabtu, 29 November 2025 | 08:37 WIB
X