Minggu, 21 Desember 2025

Tidur di Dusun Lebih Pada Pencitraan dari Pada Solusi Membangun

Photo Author
- Sabtu, 20 Desember 2025 | 11:18 WIB
Potret Dr. Noviardi Ferzi, pengamat kebijakan publik, sosial dan ekonomi ternama di Jambi. (Ist)
Potret Dr. Noviardi Ferzi, pengamat kebijakan publik, sosial dan ekonomi ternama di Jambi. (Ist)

GEMA LANTANG, JAMBI -- Tidur apapun namanya tetaplah tidur, waktu istirahat rilek bermalas - malasan, bangun tidur badan segar untuk aktivitas kembali. Tidur di dusun adalah aktivitas personal, namun justru di situlah letak persoalannya.

Ketika pengalaman personal pemimpin dijadikan legitimasi utama kehadiran negara, maka negara direduksi menjadi soal empati individual, bukan kerja sistemik.

Negara tidak boleh hadir karena kepala daerah berkenan menginap semalam, melainkan karena mekanisme pemerintahan bekerja secara konsisten, terukur, dan berkelanjutan.

Baca Juga: Danantara Indonesia dan BP BUMN Kerahkan 'Kekuatan' Tuk Tangani Bencana Sumatera

Jika kehadiran negara harus dibuktikan dengan tidur di dusun, itu secara implisit mengakui bahwa selama ini negara memang absen dalam kerja sehari-hari birokrasi.

Lebih problematis lagi, narasi ini membangun dikotomi seolah laporan, data, dan statistik adalah penghalang empati. Padahal justru kegagalan banyak kebijakan daerah selama ini bersumber dari lemahnya disiplin data dan perencanaan.

Jalan rusak, desa terisolasi, puskesmas minim dokter, dan listrik tidak stabil bukan temuan baru yang harus “disadari” lewat kunjungan lapangan. Semua itu sudah lama tercatat dalam dokumen RPJMD, musrenbang, laporan OPD, bahkan audit lembaga pengawasan.

Baca Juga: Hadiri Acara Pengukuhan APRI, Fadhil Arief: Selamat Kepada Seluruh Pengurus

Ketika masalah lama dihadirkan ulang sebagai temuan moral seorang gubernur di lapangan, publik berhak bertanya: ke mana fungsi perencanaan dan pengawasan negara selama ini?

Narasi “turun langsung” juga tidak menjawab persoalan inti pemerintahan, yakni eksekusi. Mendengar keluhan warga bukan titik akhir, melainkan titik awal.

Namun tulisan tersebut absen menjelaskan bagaimana keluhan itu diubah menjadi keputusan anggaran, perubahan prioritas program, atau sanksi terhadap OPD yang lalai.

Tanpa penjelasan itu, kunjungan lapangan hanya menjadi episode emosional yang berakhir ketika rombongan pulang. Negara hadir bukan ketika pemimpin tersentuh, tetapi ketika jalan benar-benar dibangun, layanan kesehatan benar-benar tersedia, dan masalah yang sama tidak diulang tahun demi tahun.

Baca Juga: Polisi Dalami Kasus Pengeroyokan Sopir Batu Bara di Talang Duku

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Penghambat Investasi, Modus Dukungan Menjadi Transaksi

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:43 WIB

Ketika Kaum Proletar Membela Kapitalis

Sabtu, 20 Desember 2025 | 18:52 WIB

Kontribusi Batubara Bagi Pertumbuhan Ekonomi Jambi Kecil

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:18 WIB

Eksistensi TUKS dan Regulasi Mengatur Tentang PNBP

Minggu, 14 Desember 2025 | 12:41 WIB

Golkar dan Tantangan Regenerasi Politik di Era Digital

Senin, 22 September 2025 | 15:25 WIB

Solidaritas yang Dikhianati, Kemarahan yang Meledak

Minggu, 31 Agustus 2025 | 15:32 WIB
X