Senin, 22 Desember 2025

Antara Narasi Krisis dan Rasionalitas Dalam Polemik TUKS PT SAS

Photo Author
- Senin, 15 September 2025 | 13:10 WIB
Potret Martayadi Tajuddin (Ist)
Potret Martayadi Tajuddin (Ist)

GEMA LANTANG, JAMBI -- Dalam dinamika pembangunan daerah, benturan antara investasi dan kepentingan lingkungan sering menjadi panggung kontestasi narasi.

Sayangnya, alih-alih memperkaya perdebatan dengan data dan solusi, sebagian narasi justru lahir dari bias ideologis dan kepentingan tersembunyi.

Hal ini tergambar jelas dalam polemik pembangunan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) oleh PT Sinar Anugrah Sentosa (PT SAS) di Aur Kenali, Jambi.

Baca Juga: ‎Dibalik Penolakan PT SAS, Ada yang Sengaja Memainkan Api?

Beberapa pihak termasuk dari kalangan akademisi mengusung penolakan mutlak terhadap proyek tersebut dengan menggunakan isu lingkungan sebagai alasan utama yang medominasi opini public dengan mengabsolutkan kebenaran tunggal, ‘tolak dan hentikan’- tanpa ruang untuk kritik ilmiah dan refleksi rasional.

Namun jika dicermati lebih jernih, narasi tersebut lebih menyerupai alarm prematur yang dibunyikan sebelum bukti empirik dan kajian dampak tersedia secara terbuka dan sahih. Yang hadir adalah retorika, bukan logika, orkestrasi ketakutan, bukan analisis.

Fakta yang sering diabaikan adalah bahwa hingga saat ini, PT SAS belum melakukan aktivitas bongkar muat batu bara.

Proyek masih dalam tahap pembangunan jalan khusus lokasi TUKS (pelabuhan). Legalitas proyek pun telah melalui proses yang ketat, dengan izin PKKPR, AMDAL, dan izin TUKS yang sudah resmi diterbitkan.

Baca Juga: Narasi Sepihak: Menjaga Rasionalitas dan Kolaborasi Dalam Isu PT SAS

Dalam konteks hukum tata kelola, perubahan RTRW 2024 tidak dapat membatalkan izin yang telah terbit tanpa melalui mekanisme revisi resmi dan harmonisasi regulasi. Prinsip kepastian hukum harus dijaga agar iklim investasi tetap kondusif dan berkelanjutan.

Narasi yang membangun citra PT SAS sebagai ancaman ekologis kerap mengandalkan konstruksi sosial yang dibentuk oleh politik persepsi, sebagaimana dijelaskan dalam teori Social Construction of Target Populations oleh Schneider dan Ingram (1993).

Di balik itu, terdapat indikasi Elite Capture di mana kelompok tertentu memanfaatkan isu ini untuk mengamankan kepentingan ekonomi dan politik mereka sendiri (Platteau, 2004; Cooke & Kothari, 2001).

Baca Juga: Sahabat Alam Jambi: Pemerintah Tak Boleh Kalah Dengan Aksi Premanisme

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Sumber: Martayadi Tajuddin

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Penghambat Investasi, Modus Dukungan Menjadi Transaksi

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:43 WIB

Ketika Kaum Proletar Membela Kapitalis

Sabtu, 20 Desember 2025 | 18:52 WIB

Kontribusi Batubara Bagi Pertumbuhan Ekonomi Jambi Kecil

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:18 WIB

Eksistensi TUKS dan Regulasi Mengatur Tentang PNBP

Minggu, 14 Desember 2025 | 12:41 WIB

Golkar dan Tantangan Regenerasi Politik di Era Digital

Senin, 22 September 2025 | 15:25 WIB

Solidaritas yang Dikhianati, Kemarahan yang Meledak

Minggu, 31 Agustus 2025 | 15:32 WIB
X