Keseimbangan tersebut tidak akan tercapai melalui penolakan total maupun pemaksaan sepihak; dibutuhkan mekanisme dialog yang sah, data yang transparan, dan forum yang kredibel untuk menengahi konflik.
Tanpa ruang mediasi yang kuat, penolakan akan terus berulang, kepastian investasi melemah, dan tujuan pembangunan berkelanjutan sulit diwujudkan.
Pada akhirnya, tantangan pembangunan di Jambi bukan sekadar soal menerima atau menolak investasi, melainkan soal kemampuan pemerintah daerah dan semua pemangku kepentingan mengelola perbedaan kepentingan secara adil, transparan, dan berbasis data.
Baca Juga: Menyingkap 'Kinerja' Pansel Tirta Mayang yang Diterjang Isu
Forum kolaboratif yang independen bukan lagi gagasan teoretis atau pilihan opsional; ia adalah keharusan untuk mengembalikan kendali pemerintah atas arah pembangunan, menegakkan kepercayaan publik, dan mencegah Jambi terjebak dalam konflik berkepanjangan yang menghambat kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Tanpa forum ini, pembangunan berkelanjutan akan tetap menjadi slogan kosong, sementara kepentingan tersembunyi dan narasi oportunistik terus mendikte arah daerah.
Artikel Terkait
Menyingkap 'Kinerja' Pansel Tirta Mayang yang Diterjang Isu
Bina Marga Kebut 461 Proyek Ruas Jalan di Kota Jambi
Pengamat Peringatkan Warga Aur Kenali Waspadai 'Gerilya' Korporasi Batubara
Kekeruhan Sungai Batanghari Tembus 1700 NTU, Tertinggi Sepanjang Sejarah
Program Bedah Rumah Jambi Layak Menjadi Model Kolaborasi Daerah
Pengamat: Putusan Ombudsman Bukan Bukti Pelanggaran Wali Kota Jambi
Wali Kota Maulana Serahkan Bantuan Warga Jambi ke Sumatera Barat
Pengamat Sebut Temuan Ombudsman RI Bukan Putusan Hukum
6 Anggota Polri Jadi Tersangka, Ini Kronologi Kerusuhan di TMP Kalibata
Skandal Tipu-tipu WO Ayu Puspita: 207 Orang Ngadu ke Polisi