Di Jambi, ketidakpastian ini berdampak ganda. Investor menghadapi risiko sosial di luar perhitungan teknis mereka, sementara masyarakat lokal berpotensi menerima informasi yang belum diverifikasi.
Kritik terhadap investasi memang sah sebagai bagian dari kontrol sosial, tetapi kritik yang tidak berbasis data dan diproduksi secara manipulatif justru merugikan semua pihak.
Pembangunan berkelanjutan tidak bisa dicapai melalui penolakan total maupun pemaksaan sepihak; diperlukan kemampuan menegosiasikan kepentingan secara adil, terbuka, dan rasional.
Baca Juga: 6 Anggota Polri Jadi Tersangka, Ini Kronologi Kerusuhan di TMP Kalibata
Solusi nyata tidak bisa lagi ditunda: Provinsi Jambi membutuhkan ruang mediasi independen yang kredibel di tingkat lokal sebagai alat utama mengatasi konflik kepentingan yang berulang.
Forum kolaboratif yang mempertemukan pemerintah daerah, masyarakat terdampak, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan dunia usaha bukan sekadar formalitas, tetapi instrumen strategis untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Forum ini harus berfungsi sebagai clearing house informasi, penyeimbang narasi publik, dan jembatan dialog berbasis data yang dapat mengantisipasi konflik sebelum berkembang menjadi ‘krisis liar’.
Baca Juga: Pengamat Peringatkan Warga Aur Kenali Waspadai 'Gerilya' Korporasi Batubara
Tanpa forum semacam ini, pemerintah daerah secara faktual menyerahkan kendali narasi pembangunan kepada pihak-pihak yang oportunistik dan manipulatif, sementara masyarakat dan investor terombang-ambing dalam ketidakpastian.
Forum ini bukan pilihan opsional—ia adalah keharusan politik dan sosial. Keberanian memfasilitasi dialog dan membangun mekanisme mediasi yang transparan bukan hanya memperkuat posisi pemerintah, tetapi juga menyelamatkan pembangunan Jambi dari terjebak dalam konflik yang sebenarnya bisa dicegah dan diatur dengan baik.
Dengan adanya forum, masyarakat merasa suaranya dihargai, investor memperoleh kepastian sosial, dan pemerintah daerah mengambil kembali perannya sebagai penentu arah pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
Tanpa itu, pembangunan di Jambi akan terus berjalan di tempat, tersandera oleh ketidakpercayaan, kepentingan tersembunyi, dan opini publik yang mudah dimobilisasi secara oportunistik.
Baca Juga: Bina Marga Kebut 461 Proyek Ruas Jalan di Kota Jambi
Pembangunan berkelanjutan sejatinya menuntut keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial.
Artikel Terkait
Menyingkap 'Kinerja' Pansel Tirta Mayang yang Diterjang Isu
Bina Marga Kebut 461 Proyek Ruas Jalan di Kota Jambi
Pengamat Peringatkan Warga Aur Kenali Waspadai 'Gerilya' Korporasi Batubara
Kekeruhan Sungai Batanghari Tembus 1700 NTU, Tertinggi Sepanjang Sejarah
Program Bedah Rumah Jambi Layak Menjadi Model Kolaborasi Daerah
Pengamat: Putusan Ombudsman Bukan Bukti Pelanggaran Wali Kota Jambi
Wali Kota Maulana Serahkan Bantuan Warga Jambi ke Sumatera Barat
Pengamat Sebut Temuan Ombudsman RI Bukan Putusan Hukum
6 Anggota Polri Jadi Tersangka, Ini Kronologi Kerusuhan di TMP Kalibata
Skandal Tipu-tipu WO Ayu Puspita: 207 Orang Ngadu ke Polisi