Senin, 22 Desember 2025

Pakar Asuransi Syariah Desak Industri Takaful Berbenah

Photo Author
- Kamis, 30 Oktober 2025 | 14:14 WIB
Pakar asuransi syariah, Erwin Noekman, ST, MBA, menilai industri asuransi syariah di Indonesia tengah menghadapi ujian besar di tengah tekanan persaingan dan regulasi ketat. (Dok. UINSU)
Pakar asuransi syariah, Erwin Noekman, ST, MBA, menilai industri asuransi syariah di Indonesia tengah menghadapi ujian besar di tengah tekanan persaingan dan regulasi ketat. (Dok. UINSU)

GEMA LANTANG -- Industri asuransi syariah di Indonesia tengah menghadapi ujian besar di tengah tekanan persaingan dan regulasi yang semakin ketat. 

Kini, di saat sebagian perusahaan berupaya memperkuat permodalan, sebagian lain justru kesulitan bertahan di tengah tuntutan ekuitas yang tinggi. 

Kondisi ini menempatkan industri asuransi syariah pada titik krusial antara konsolidasi dan keberlanjutan.

Pakar asuransi syariah, Erwin Noekman, ST, MBA, menuturkan masalah utama yang kini menghantui bukan hanya skala bisnis yang belum efisien, tetapi juga kepercayaan publik yang masih rapuh. 

"Industri (secara keseluruhan) memiliki beban untuk membuktikan diri kepada pemegang polis dan masyarakat umum (serta wakil rakyat) bahwa industri yang mengandalkan asas kepercayaan ini sesungguhnya memang layak dipercaya dan dapat diandalkan," tutur Erwin dalam keterangan resminya, pada Rabu, 22 Oktober 2025.

Baca Juga: Emil Dardak Soroti Cuaca Ekstrem Buntut Ambruknya Atap Ponpes Situbondo

Berkaca dari hal itu, asuransi syariah yang sejatinya berlandaskan asas keadilan dan amanah justru dibayangi persoalan kepercayaan dan tuntutan keuntungan bagi pemilik modal.

Duta industri takaful Indonesia dari lembaga Confederation of Indian Industry (CII) itu lantas menuturkan, tantangan tersebut menjadi semakin berat setelah muncul kebijakan kenaikan modal minimum dari regulator.

Terlebih, Erwin mengungkapkan ketentuan dalam Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023 menetapkan bahwa perusahaan asuransi syariah wajib memenuhi ekuitas minimum sebesar seratus miliar rupiah paling lambat pada 31 Desember 2026. 

"Aturan ini dibuat untuk memperkuat stabilitas industri dan melindungi pemegang polis, namun di sisi lain memunculkan tekanan besar terhadap perusahaan kecil yang masih lemah modal," terangnnya.

Beberapa perusahaan kini berpacu menyiapkan strategi. Ada yang mempertimbangkan merger dan akuisisi, ada pula yang menyiapkan pemisahan unit syariah agar lebih fokus. 

Baca Juga: Pesan Prabowo pada Orang Tua soal Narkoba: Jangan Biarkan Anaknya Rusak

Meski begitu, tak sedikit yang menilai langkah-langkah ini belum tentu mampu menjadi solusi jangka panjang bagi persoalan modal yang semakin menantang. 

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Tags

Artikel Terkait

Terkini

D’Raja Law Firm, Mitra Hukum Terpercaya di Indonesia

Selasa, 16 Desember 2025 | 19:16 WIB

Pengamat: Perpol Kapolri tak Langgar Keputusan MK

Minggu, 14 Desember 2025 | 12:55 WIB

Pengamat Sebut Temuan Ombudsman RI Bukan Putusan Hukum

Sabtu, 13 Desember 2025 | 15:57 WIB

Tanfidziyah Copot Gus Ipul dari Posisi Sekjen PBNU

Sabtu, 29 November 2025 | 08:37 WIB
X