Minggu, 21 Desember 2025

Program Bedah Rumah Jambi Layak Menjadi Model Kolaborasi Daerah

Photo Author
- Kamis, 11 Desember 2025 | 14:44 WIB
Potret Pengamat Kebijakan Publik dan Pembangunan Infrastruktur, Martayadi Tajuddin (ist)
Potret Pengamat Kebijakan Publik dan Pembangunan Infrastruktur, Martayadi Tajuddin (ist)

Program RTLH memang tidak berdiri dalam satu payung tunggal, melainkan merupakan ekosistem kebijakan nasional yang melibatkan berbagai entitas.

Oleh karena itu, menilai capaian hanya dari satu kanal pendanaan (misalnya APBD provinsi) untuk kemudian mengambil kesimpulan bahwa pemerintah “mengabaikan ribuan rumah” jelas merupakan cara baca yang tidak tepat dan menyesatkan. Kebijakan publik tidak bisa dinilai dengan perspektif parsial seperti itu.

Baca Juga: Menkeu Purbaya Ancam Rumahkan Seluruh Pegawai Bea Cukai

Kedua, kritik yang muncul tampak mengabaikan fakta fundamental mengenai pembagian kewenangan dalam penanganan RTLH. Berdasarkan Permendagri Nomor 900 Tahun 2019, kewenangan provinsi dalam penanganan RTLH hanya terbatas pada kawasan permukiman kumuh dengan luasan 5 sampai 15 hektar yang berada di perkotaan.

Artinya, provinsi tidak memiliki kewenangan langsung untuk menangani seluruh RTLH di desa dan kelurahan pada skala yang luas—itu adalah domain kabupaten/kota. Dalam kerangka desentralisasi Indonesia, provinsi berperan sebagai koordinator dan fasilitator, bukan eksekutor utama untuk seluruh RTLH.

Ketika kritik meminta Pemprov menyelesaikan seluruh 11 ribuan usulan seolah-olah itu merupakan kewenangan tunggal provinsi, maka kritik tersebut tidak hanya keliru, tetapi juga bertentangan dengan sistem tata kelola yang berlaku.

Kewenangan provinsi memang terbatas, tetapi justru dalam ruang kewenangan yang sempit itulah Pemprov Jambi mampu mengoptimalkan perannya sebagai koordinator dan penghubung antar lembaga—dan inilah yang menghasilkan capaian kolaboratif hingga 11 ribu unit tadi.

Baca Juga: Kades Super Tangguh Terima Oleh-oleh, Ini Pesan Fadhil Arief

Ketiga, harus kita akui bahwa keterbatasan fiskal menjadi faktor penentu keberhasilan program RTLH di seluruh Indonesia, bukan hanya di Jambi.

Cakupan APBD provinsi—terutama provinsi dengan PAD yang kecil—sangat terbatas untuk menanggung biaya bedah rumah yang rata-rata memerlukan sekitar Rp20–25 juta per unit.

Jika provinsi dipaksa untuk menangani ribuan unit dengan APBD sendiri, maka konsekuensinya adalah terganggunya layanan publik lain yang tidak kalah penting: pendidikan, kesehatan, jalan, irigasi, dan pelayanan dasar lainnya.

Oleh sebab itu, provinsi yang bijaksana tidak akan melakukan kebijakan populis yang mengorbankan stabilitas fiskal.

Dalam posisi fiskal seperti itu, Pemprov Jambi justru memperlihatkan kinerja yang patut diapresiasi.

Baca Juga: Buntut Skandal Penyelundupan 2 Ton Sabu usai Operasi Senyap RI-Kamboja

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Sumber: Martayadi Tajuddin

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Penghambat Investasi, Modus Dukungan Menjadi Transaksi

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:43 WIB

Ketika Kaum Proletar Membela Kapitalis

Sabtu, 20 Desember 2025 | 18:52 WIB

Kontribusi Batubara Bagi Pertumbuhan Ekonomi Jambi Kecil

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:18 WIB

Eksistensi TUKS dan Regulasi Mengatur Tentang PNBP

Minggu, 14 Desember 2025 | 12:41 WIB

Golkar dan Tantangan Regenerasi Politik di Era Digital

Senin, 22 September 2025 | 15:25 WIB

Solidaritas yang Dikhianati, Kemarahan yang Meledak

Minggu, 31 Agustus 2025 | 15:32 WIB
X