“Nah, kalau kita mau melihat bagaimana efek kebijakan Purbaya Yudhi Sadewa ini kita lihat nanti di Desember, baru kelihatan di Desember. Nggak bisa lihat sekarang,” terangnya.
Baca Juga: Arahan Jokowi soal Prabowo-Gibran Dua Periode Tuai Reaksi Parpol
Penurunan cukai rokok, kata Ichsanuddin memang memiliki potensi untuk bisa membuka lapangan kerja bagi industri.
“Cukainya turun, tidak serta-merta langsung naik permintaan, mustahil. Tapi memang punya potensi permintaan naik karena harga turun sehingga lapangan kerja naik, terbuka,” paparnya.
Penjelasan lanjutannya, kata Ichsanuddin kebijakan keuangan membuat lapangan kerja menyempit walaupun pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) membesar yang disebut dengan finansialisasi.
Meski cukai rokok bisa diperhitungkan, namun Ichsanuddin menolak menyebutnya sebagai fundamental ekonomi Indonesia.
“Nggak bisa dibilang fundamental. Dia salah satu sumber pendapatan dalam perspektif cukai. Memang cukainya menjadi sandaran, yaitu cukai rokok. Tapi memang pemberi cukai terbesar,” tuturnya.
Baca Juga: Perdamaian Palestina-Israel Takkan Datang Jika Keamanan Tak Dijamin
Saat berkunjung ke kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Purbaya mengatakan bahwa ada beberapa diskusi mengenai cukai rokok yang membuatnya terkejut.
Hal tersebut ia beberkan saat jumpa pers dengan awak media di Kantor Kementerian Keuangan pada 19 September 2025.
“Cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya, saya tanya kan, ‘Cukai rokok gimana? Sekarang berapa rata-rata? 57 persen wah tinggi amat, Firaun lu?’ Banyak banget,” ujar Menkeu Purbaya kepada wartawan.
“Rupanya, kebijakan itu bukan hanya income saja di belakangnya. Ada policy memang untuk mengecilkan konsumsi rokok,” imbuhnya.
“Jadi, kecil lah, otomatis industri-nya kecil, kan? Tenaga kerja di sana juga kecil. Oke, bagus. Ada WHO di belakangnya, ada ini dan lainnya,” tambahnya.
Baca Juga: Dugaan Pungli Rokok oleh Petugas Dishub, Pramono Anung Buka Suara