Yuliot mengatakan, program BBM Satu Harga memiliki mekanisme yang dirancang untuk melindungi masyarakat di daerah 3T. Bahkan harga dasar dan harga jual eceran ditetapkan langsung oleh Menteri ESDM.
“Badan usaha penerima penugasan, seperti Pertamina, diwajibkan menerapkan harga yang sama di seluruh titik penyaluran. Artinya, Pertamina yang menanggung biaya distribusi hingga titik penyalur" katanya.
"Sebaliknya, pemerintah juga memberikan margin penyalur lebih tinggi di daerah 3T untuk memastikan keberlanjutan operasional, sekaligus menjaga pasokan tetap lancar,” katanya lagi.
Sebagaimana diketahui, program BBM Satu Harga berjalan berdampingan dengan kebijakan subsidi energi nasional. Berdasarkan dokumen APBN terbaru, pagu subsidi energi tahun 2025 ditetapkan Rp197,75 triliun, meningkat dibanding realisasi 2024.
Baca Juga: Kasus Pembobolan RDN, Tanggung Jawab Siapa?
Anggaran ini mencakup subsidi BBM, elpiji, dan listrik, sekaligus menjadi penyangga fiskal agar harga BBM tetap sama di seluruh negeri.
Dengan dukungan fiskal ini, masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dapat menikmati energi dengan harga terjangkau, sementara pemerintah tetap menjaga stabilitas keuangan negara.
Selain itu, BBM Satu Harga memberikan dampak nyata pada keseharian masyarakat.
Sebelum program ini hadir, harga BBM di beberapa lokasi bisa mencapai Rp40.000 per liter, seperti yang terjadi di Wamena saat akses logistik terhambat. Kini, harga tersebut turun drastis sesuai harga resmi pemerintah.
Baca Juga: Danpuspom TNI Buka Suara Soal Sirene dan Strobo ‘Tot Tot Wuk Wuk’
Manfaat program ini meluas hingga sektor ekonomi lokal. Biaya transportasi barang menjadi lebih rendah, harga komoditas pertanian lebih kompetitif, dan UMKM lokal memperoleh energi dengan harga wajar.
Dengan kata lain, BBM Satu Harga ikut mendorong produktivitas, memperkuat daya beli masyarakat, dan membuka peluang usaha baru.
Tekad Pemerintah arus diakui bahwa distribusi BBM ke wilayah 3T bukanlah tugas mudah. Namun kolaborasi Pertamina dan badan usaha lainnya telah mengandalkan kombinasi moda transportasi, yaitu kapal laut, truk tangki, hingga pesawat untuk menjangkau daerah ekstrem.
Untuk menyesuaikan dengan kondisi lokal, penyalur dibangun dalam beberapa model, mulai dari SPBU reguler, SPBU mini (SPBU Kompak), hingga sub-penyalur yang bermitra dengan koperasi dan UMKM setempat.
Artikel Terkait
Netanyahu Panik, 4 Negara Barat Resmi Akui Kedaulatan Palestina
Lebih Cepat dari Pemerintah, Kapolri Bentuk Tim Reformasi Polri
Begini Penjelasan Mandiri Sekuritas Usai Layanan Aplikasi Growin’ Error
Golkar dan Tantangan Regenerasi Politik di Era Digital
Zulva Fadhil: Generasi Muda Berkualitas Generasi Berakhlak
Danpuspom TNI Buka Suara Soal Sirene dan Strobo ‘Tot Tot Wuk Wuk’
Kasus Pembobolan RDN, Tanggung Jawab Siapa?
Melihat Kinerja APBN 2025: Defisit Rp321,6 Triliun dan Surplus Keseimbangan Primer
Sederetan Tuntutan hingga Tanggapan Puan Maharani soal Demo Buruh 22 September
Menelaah Usulan DPR untuk BGN Libatkan Sekolah dalam Penyajian MBG