Di beberapa pos, diduga mereka cukup menyetor uang Rp20.000 hingga Rp50.000 per truk agar bisa melintas tanpa pemeriksaan. Mekanisme ini telah menjadi sistem “pajak jalan gelap” yang menghidupi banyak pihak non-formal di sepanjang jalur tambang.
Ketika aparat turun tangan, biasanya hanya pekerja kecil yang dijerat. Pemilik modal utama tetap aman di balik bendera perusahaan atau jaringan politik.
Baca Juga: Mencuat! Dugaan Pungutan Ilegal Batubara di Jambi Capai Triliunan Rupiah
Beberapa kali operasi penertiban dilakukan oleh Polda Jambi dan Dinas ESDM, namun tak jarang berujung setengah jalan.
Ada indikasi tekanan dari pihak-pihak tertentu, termasuk intervensi politik lokal yang memanfaatkan hasil tambang sebagai sumber dana kampanye.
Masalah lain yang tak kalah serius adalah reklamasi dan tanggung jawab lingkungan. Lubang bekas galian di kawasan Koto Boyo kini menganga seperti kubangan raksasa.
Air asam tambang mencemari sungai kecil yang menjadi sumber air warga. Warga setempat mengaku sering diminta diam dengan iming-iming “kompensasi” atau pekerjaan sebagai buruh angkut. Namun setelah tambang selesai, mereka ditinggalkan dengan tanah tandus dan air keruh.
Baca Juga: Heboh Angkutan Batubara 'Kode JN' Melintas di Siang Bolong
Modus lain yang kerap digunakan adalah litigasi bayangan dan intimidasi. Ketika warga atau aktivis menolak tambang ilegal, muncul laporan balik ke polisi, tuduhan pencemaran nama baik, atau sengketa kepemilikan lahan.
Ini menjadi senjata untuk membungkam perlawanan. Beberapa laporan penyerobotan lahan di Batanghari dan Muaro Jambi bahkan diduga kuat melibatkan pejabat daerah yang memiliki saham di perusahaan tambang melalui nama keluarga atau kerabat.
Sumber internal di lingkungan ESDM Provinsi Jambi menyebutkan, dari sekitar 60 lebih IUP (Izin Usaha Pertambangan) aktif, sebagian besar tidak menjalankan kewajiban reklamasi dan jaminan pasca tambang.
“Reklamasi hanya di atas kertas, di lapangan nol,” ujarnya singkat.
Baca Juga: Trik Jitu Menkeu Purbaya untuk Pemimpin Daerah
Sementara itu, pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor batubara jauh di bawah potensi riil. Data perbandingan antara volume ekspor dan laporan produksi menunjukkan selisih signifikan yang mengindikasikan kebocoran sistemik.
Artikel Terkait
Pengemudi Angkutan Batubara di Jambi Tak Terpengaruh Isu 'One Piece'
Mencuat! Dugaan Pungutan Ilegal Batubara di Jambi Capai Triliunan Rupiah
Indonesia dan Bangladesh Perkuat Kemitraan Energi, Batubara Mendominasi
Kendaraan 'Plat Luar' Leluasa Angkut Batubara di Jambi hingga PPTB 'Jadi 2'
Heboh Angkutan Batubara 'Kode JN' Melintas di Siang Bolong
Makatara Minta Pemerintah Umumkan Status Penghentian TUKS Batubara PT SAS
Warga Jengkel Angkutan Batubara Picu Kemacetan Panjang di Muaro Jambi
Update Kemacetan Akibat Angkutan Batubara di Muaro Jambi
Polemik PPTB Jambi Menggerus Kepercayaan Pengusaha Batubara
Potret 'Kelam' Aksi Ilegal Mafia Batubara Jambi