GEMA LANTANG, JAKARTA -- Berbeda dengan narasi, bahwa geng motor di Jambi sudah menjadi organisasi sistemik dan terstruktur seperti Cosa Nostra atau mafia internasional sebenarnya perlu dilihat dengan lebih hati-hati.
Sampai saat ini, belum ada bukti publik yang kuat, seperti hasil penyidikan terbuka, dokumen pengadilan, atau vonis hukum yang menunjukkan bahwa kelompok-kelompok remaja ini memiliki struktur hierarkis formal, sumber pendanaan besar, maupun tujuan ekonomi terencana sebagaimana organisasi kriminal besar.
Pengamat sosial dan ekonomi Jambi, Dr. Noviardi Ferzi, menilai bahwa pelabelan geng motor sebagai organisasi “terorganisir” seperti mafia adalah bentuk analisis yang berlebihan dan kurang proporsional.
Baca Juga: Maulana Berlakukan Jam Malam Anak, Pengamat: Arah Moral
Menurutnya, fenomena geng motor di berbagai daerah, termasuk Jambi, lebih tepat dipahami sebagai gejala sosial remaja yang kompleks, bukan jaringan kriminal yang memiliki tujuan ekonomi dan kontrol kekuasaan.
“Kita perlu berhati-hati membedakan antara kenakalan remaja yang tumbuh karena faktor lingkungan sosial, tekanan pergaulan, dan krisis identitas dengan organisasi kriminal yang memiliki struktur, tujuan ekonomi, dan strategi jangka panjang. Geng motor di Jambi belum menunjukkan ciri-ciri itu,” kata Noviardi, Jum'at, 17 Oktober 2025.
Ia menambahkan, narasi yang terlalu keras, seolah geng motor adalah ancaman sekelas mafia, hal ini justru dapat menciptakan moral panic di masyarakat dan menimbulkan stigma negatif terhadap remaja.
Dalam banyak kasus, kata Noviardi, anggota geng motor adalah anak muda yang mengalami keterputusan sosial dan kekosongan ruang ekspresi.
Baca Juga: Pengamat Soroti Kinerja Maulana yang Berusaha Tekan Angka Pengangguran
“Ketika negara dan masyarakat gagal menyediakan ruang aman dan produktif bagi anak muda, mereka mencari pengakuan di jalanan. Fenomena itu bukan hasil konspirasi, melainkan cermin dari lemahnya fungsi sosial keluarga, sekolah, dan lingkungan,” ungkapnya.
Faktanya, banyak fenomena geng motor masih lebih dekat dengan dinamika sosial remaja: pencarian identitas, tekanan teman sebaya, hingga kebutuhan eksistensi di ruang publik.
Mereka mungkin menggunakan simbol, pakaian seragam, dan media sosial untuk membangun rasa kebersamaan, namun hal ini belum bisa disamakan dengan sistem rekrutmen dan kendali terpusat sebagaimana kelompok mafia yang memiliki rantai komando dan orientasi ekonomi jangka panjang.
Baca Juga: Istana Dukung Penuh PSSI Pecat Patrick Kluivert
Artikel Terkait
Pasca LG Batal Investasi di Proyek Baterai Nikel, Pengamat Ekonomi Minta RI Tak Anggap Remeh IHSG
Pengamat: Prabowo Pilih Teddy Bukan Sekadar Kedekatan
Saham BBCA Tertekan, Pengamat: Degradasi Fundamental
Pengamat Ekonomi Ingatkan Publik Tak Terjebak Angka Kemiskinan RI
Pengamat Sebut Istilah ‘BBM Oplosan’ Picu Masyarakat Pindah SPBU Swasta
Menkeu Purbaya Kaget Tahu Tarif Cukai Rokok, Pengamat: Itu Gaya
Pengamat 'Kuliti' Kebijakan Walikota Maulana soal 7 SPBU
Pengamat Soroti Kinerja Maulana yang Berusaha Tekan Angka Pengangguran
Maulana Berlakukan Jam Malam Anak, Pengamat: Arah Moral
Skandal BBM Murah: Pengamat Nilai Negara Bisa Tagih Kelebihan Selisih Harga