Senin, 22 Desember 2025

Pengamat Ekonomi Ingatkan Publik Tak Terjebak Angka Kemiskinan RI

Photo Author
- Sabtu, 13 September 2025 | 14:24 WIB
Pengamat ekonomi, Ferry Latuhihin menyoroti perbedaan angka kemiskinan RI antara BPS dengan Bank Dunia. (YouTube.com / Tonny Hermawan Adikarjo)
Pengamat ekonomi, Ferry Latuhihin menyoroti perbedaan angka kemiskinan RI antara BPS dengan Bank Dunia. (YouTube.com / Tonny Hermawan Adikarjo)

GEMA LANTANG -- Perbedaan data kemiskinan yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Bank Dunia atau World Bank menuai sorotan sebagian publik di Tanah Air.

Polemik ini salah satunya disoroti pengamat ekonomi, Ferry Latuhihin yang menilai adanya perbedaan mendasar dalam metode penghitungan kedua lembaga.

Ferry membahas isu ini dalam sebuah siniar YouTube Tonny Hermawan Adikarjo yang dipublikasikan pada Jumat, 12 September 2025. 

Baca Juga: Tom Lembong Ikut Soroti Aksi Demonstrasi Agustus 2025 Lalu

Pengamat ekonomi itu menilai, publik wajar merasa bingung karena angka yang dipaparkan BPS dengan Bank Dunia sangat jauh berbeda.

Tonny membuka percakapan dengan menyebut dua data resmi yang baru-baru ini dirilis BPS dan Bank Dunia pada tahun 2025. 

"Pada 25 Juli 2025, BPS menyatakan angka kemiskinan di Indonesia hanya 8,47 persen, turun 0,1 persen dibanding September 2024. Tetapi Bank Dunia mengatakan kemiskinan di Indonesia mencapai 68,2 persen. Nah, sebenarnya yang benar yang mana?" tanya Tonny ke Ferry.

Baca Juga: Jokowi Dukung Pembahasan RUU Perampasan Aset

Menanggapi itu, Ferry menjelaskan kunci perbedaan terletak pada metode pengukuran angka kemiskinan di RI tersebut. 

"Pada dasarnya tergantung metode pengamatan. Kalau BPS menggunakan ukuran konsumsi di bawah Rp20.000 per hari, maka itu dikategorikan miskin. Dengan kriteria itu, hasilnya angka kemiskinan nasional 8,47 persen," ujarnya.

Ferry menambahkan, jika seseorang hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di bawah Rp20.000, maka dianggap berada dalam garis kemiskinan. Perhitungan itu juga dihitung per kepala per bulan sekitar Rp600 ribu.

Baca Juga: Mahfud MD Prediksi Bakal Ada Reshuffle Kabinet di Oktober

Meski begitu, Ferry mengingatkan standar Bank Dunia menggunakan purchasing power parity atau Paritas Daya Beli, sebuah teori ekonomi makro yang menyatakan nilai tukar mata uang suatu negara akan menyesuaikan sedemikian rupa sehingga daya beli mata uang tersebut sama di berbagai negara.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Tags

Artikel Terkait

Terkini

D’Raja Law Firm, Mitra Hukum Terpercaya di Indonesia

Selasa, 16 Desember 2025 | 19:16 WIB

Pengamat: Perpol Kapolri tak Langgar Keputusan MK

Minggu, 14 Desember 2025 | 12:55 WIB

Pengamat Sebut Temuan Ombudsman RI Bukan Putusan Hukum

Sabtu, 13 Desember 2025 | 15:57 WIB

Tanfidziyah Copot Gus Ipul dari Posisi Sekjen PBNU

Sabtu, 29 November 2025 | 08:37 WIB
X