opini

Tanpa Jalan dan Pelabuhan Khusus, Emas Hitam jadi Beban

Sabtu, 4 Oktober 2025 | 13:42 WIB
Potret Martayadi Tajuddin, Seorang pengamat kebijakan publik, pembangunan infrastruktur, dan pembangunan berkelanjutan. (Ist)

GEMA LANTANG, JAMBI -- Provinsi Jambi menyimpan potensi besar dalam sektor energi, khususnya melalui komoditas batubara. Dengan target produksi mencapai 30 hingga 40 juta metric ton per tahun (Kementerian ESDM, 2024), daerah ini semestinya bisa menjadi salah satu pilar utama energi nasional sekaligus lokomotif pertumbuhan ekonomi lokal.

Namun realitasnya, potensi tersebut belum sepenuhnya membawa kemaslahatan karena terbentur masalah mendasar yang hingga kini belum terselesaikan: tidak adanya jalan dan pelabuhan khusus untuk industri ekstraktif batu bara.

Ketergantungan pada jalan umum untuk aktivitas hauling telah menimbulkan kerugian material yang luar biasa besar. Laporan Dinas PUPR Provinsi Jambi dan pemberitaan media arus utama mengungkap bahwa biaya perbaikan jalan akibat aktivitas hauling mencapai sekitar Rp8,4 triliun per tahun (Kompas, 2023).

Jalan-jalan umum yang tidak dirancang untuk beban berat terus mengalami kerusakan struktural yang berulang. Belum lagi kecelakaan lalu lintas yang menelan korban jiwa, dengan catatan dari Polda Jambi menyebutkan 15–20 kejadian setiap tahun yang berkaitan langsung dengan aktivitas angkutan batu bara (Polda Jambi, 2024).

Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan tragedi yang dialami masyarakat secara langsung.

Baca Juga: DPRD Provinsi Jambi Dinilai Bongkar Kesepakatan soal Penolakan Stockpile PT SAS

Aspek sosial dan kesehatan juga menjadi beban yang tidak ringan. Kualitas udara yang memburuk akibat debu batu bara serta kebisingan dari armada hauling berdampak langsung pada peningkatan kasus ISPA hingga 20% di wilayah terdampak (Dinas Kesehatan Jambi, 2023).

Masyarakat yang tinggal di sekitar jalur hauling tak hanya menghadapi ancaman kesehatan, tapi juga kehilangan nilai ekonomis atas properti mereka. 

Ironisnya, di tengah kerusakan dan kerugian itu, potensi pendapatan daerah dari royalti yang mestinya mencapai Rp1,5 hingga Rp3 triliun per tahun belum terealisasi secara optimal dari realisasi pendapatan daerah saat ini hanya berkisar Rp80 – 100 Milyar dari sektor ini (Kementerian ESDM, 2024), kita kehilangan sumber pendapatan daerah dengan nilai yang sangat besar.

Tata kelola yang belum efektif dan lemahnya infrastruktur menyebabkan pendapatan daerah bocor, dan masyarakat hanya menerima beban tanpa manfaat yang proporsional.

Namun narasi ini bukanlah untuk membenamkan harapan. Justru sebaliknya, ini adalah seruan untuk bangkit dan menata ulang arah kebijakan sumber daya alam di Jambi.

Kita memiliki banyak preseden baik dari daerah lain seperti Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan yang telah membangun jalan hauling dan pelabuhan khusus, sehingga mampu mengurangi beban jalan umum, menekan angka kecelakaan, dan meningkatkan pendapatan daerah (Bappenas, 2022).

Baca Juga: ‎Dirut Tirta Mayang Buka Suara Soal Rumor Pencemaran Akibat Stockpile PT SAS

 

Halaman:

Tags

Terkini

Penghambat Investasi, Modus Dukungan Menjadi Transaksi

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:43 WIB

Ketika Kaum Proletar Membela Kapitalis

Sabtu, 20 Desember 2025 | 18:52 WIB

Kontribusi Batubara Bagi Pertumbuhan Ekonomi Jambi Kecil

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:18 WIB

Eksistensi TUKS dan Regulasi Mengatur Tentang PNBP

Minggu, 14 Desember 2025 | 12:41 WIB

Golkar dan Tantangan Regenerasi Politik di Era Digital

Senin, 22 September 2025 | 15:25 WIB

Solidaritas yang Dikhianati, Kemarahan yang Meledak

Minggu, 31 Agustus 2025 | 15:32 WIB