Keempat, kebijakan anggaran harus berpihak secara nyata kepada kelompok paling terdampak krisis. Di sinilah solidaritas diuji: apakah negara hadir untuk rakyat, atau hanya untuk mempertebal tembok kekuasaan.
Baca Juga: Menpan-RB: Indonesia Puncak Bonus Demografi tapi Produktivitas Belum Optimal
Waktunya Mendengar Sebelum Segalanya Terlambat
Kemarahan rakyat hari ini adalah peringatan, bukan sekadar ledakan emosi. Ia adalah protes terhadap sistem yang melupakan etika dan mengkhianati solidaritas.
Jika para pemegang kekuasaan terus menutup telinga, menepis kritik, dan hidup dalam gelembung kenyamanan, maka mereka sedang mempercepat delegitimasi dirinya sendiri.
Solidaritas yang dikhianati tidak akan hilang begitu saja. Ia akan kembali dalam bentuk tuntutan, perlawanan, bahkan ledakan sosial. Dan sebelum itu terjadi dalam skala yang tak terkendali, mari kita hidupkan kembali politik yang berpihak, rendah hati, dan benar-benar untuk rakyat.
Demokrasi bukan soal siapa yang berkuasa, tapi siapa yang didengar. Dan hari ini, suara itu sedang berteriak.