GEMA LANTANG, JAMBI -- Di tengah kompleksitas isu lingkungan dan pembangunan saat ini, publik membutuhkan pencerahan bukan provokasi.
Dibutuhkan pendekatan yang rasional dan objektif, bukan agitasi emosional yang menyulut kebencian dan kecurigaan.
Ketua Sahabat Alam Jambi, Jefri Bintara Pardede sangat menyayangian ketika ruang publik tercemar oleh narasi-narasi sempit yang menyederhanakan persoalan seolah-olah semua bentuk investasi adalah musuh lingkungan.
Ia juga mengklaim siapa pun yang tidak sepakat dengan pendapat tertentu akan dicap sebagai pengkhianat.
Baca Juga: Sahabat Alam Jambi Buka Posko Pengaduan Petani Sawit, Usai Ada Disinformasi Soal PKH
Hal ini terjadi dalam polemik seputar rencana pembangunan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) oleh PT Sinar Anugerah Sukses (PT SAS) di kawasan Aur Kenali, Kota Jambi.
Salah satu akademisi, Dr. Dedek Kusnadi, dalam sebuah pernyataannya kepada media, menyerukan penolakan total terhadap proyek ini, pernyataan ini mendapatkan sorotan tajam dari Ketua Sahabat Alam Jambi.
"Lebih jauh, beliau menggunakan diksi yang mengandung unsur tuduhan dan stigma sosial dengan menyebut pihak-pihak yang mendukung investasi ini sebagai londo ireng, yaitu istilah pejoratif dengan konotasi historis kolonial yang mengarah pada pengkhianatan dan manipulasi." kata Jefri dalam keterangan tertulis.
Alih-alih membangun diskursus publik yang sehat, pernyataan seperti ini dinilai Jefri justru membahayakan ruang dialog.
"Ia merusak prinsip akademik itu sendiri, yang semestinya menjunjung tinggi nalar, objektivitas, dan etika." sebutnya.
Antara Kepedulian dan Populisme Ekologis
Tak seorang pun menampik pentingnya kehati-hatian dalam menjaga lingkungan, apalagi jika proyek pembangunan berdekatan dengan sumber air baku masyarakat.
Namun kehati-hatian tidak boleh berubah menjadi ketakutan irasional. Data, bukan asumsi, harus menjadi basis penilaian.
PT SAS, dalam hal ini, telah melalui tahapan yang diwajibkan oleh hukum: studi lingkungan, penyusunan dokumen AMDAL, serta mitigasi risiko