Senin, 22 Desember 2025

‎Waktunya Bersih-bersih Sungai Batanghari dari TUKS yang Menyimpang

Photo Author
- Sabtu, 16 Agustus 2025 | 09:44 WIB
Karikatur Ketua Sahabat Alam Jambi, Jefri Bintara Pardede. (Dok. Perkumpulan Sahabat Alam Jambi)
Karikatur Ketua Sahabat Alam Jambi, Jefri Bintara Pardede. (Dok. Perkumpulan Sahabat Alam Jambi)

‎GEMA LANTANG, JAMBI -- Sungai Batanghari bukan hanya urat nadi sejarah dan peradaban di Jambi, tapi juga menjadi jalur vital bagi aktivitas logistik dan ekonomi regional.

‎Namun dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan, yakni menjamurnya Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) di sepanjang sungai ini.

‎Mirisnya, tidak hanya digunakan untuk keperluan internal perusahaan, tapi juga melayani kepentingan umum secara komersial.

‎Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar, ke mana arah tata kelola pelabuhan kita?, dan yang lebih penting, siapa yang paling dirugikan?

Baca Juga: ‎Sahabat Alam Jambi Buka Posko Pengaduan Petani Sawit, Usai Ada Disinformasi Soal PKH

‎TUKS yang Menyimpang dari Fungsi

‎Secara regulasi, fungsi TUKS sudah sangat jelas. Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan dan dikuatkan oleh Instruksi Dirjen Perhubungan Laut No. UM.008/81/18/DJPL, TUKS hanya diperuntukkan bagi kegiatan internal perusahaan, bukan untuk kegiatan pelayanan umum.

‎Jika melayani kepentingan umum, maka TUKS wajib beralih status melalui mekanisme konsesi sebagai pelabuhan umum yang dikelola oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

‎Namun realitasnya jauh berbeda. Banyak TUKS yang beroperasi layaknya pelabuhan umum, melayani berbagai pihak tanpa izin yang sah.

Baca Juga: Mensesneg Sebut Istana Terus Memantau Gejolak di Pati

‎Bahkan, menurut pengamat maritim Saut Gurning dari ITS Surabaya, praktik ini telah lama berlangsung di berbagai wilayah termasuk Banten, Banjarmasin, dan kini menjalar ke Sungai Batanghari.

‎Negara dan BUP yang Dirugikan

‎Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ada kerugian nyata yang harus ditanggung negara.

‎Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang memperoleh konsesi resmi wajib menyetor fee konsesi hingga 2,59% dari pendapatan bruto, sementara TUKS hanya membayar sewa perairan dan PNBP dalam jumlah yang jauh lebih kecil.

‎Persaingan pun menjadi tidak sehat. BUP yang patuh regulasi harus bersaing dengan TUKS yang secara ilegal melayani umum tanpa beban finansial dan pengawasan yang sama.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Sumber: Jefri Bintara Pardede

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Penghambat Investasi, Modus Dukungan Menjadi Transaksi

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:43 WIB

Ketika Kaum Proletar Membela Kapitalis

Sabtu, 20 Desember 2025 | 18:52 WIB

Kontribusi Batubara Bagi Pertumbuhan Ekonomi Jambi Kecil

Minggu, 14 Desember 2025 | 13:18 WIB

Eksistensi TUKS dan Regulasi Mengatur Tentang PNBP

Minggu, 14 Desember 2025 | 12:41 WIB

Golkar dan Tantangan Regenerasi Politik di Era Digital

Senin, 22 September 2025 | 15:25 WIB

Solidaritas yang Dikhianati, Kemarahan yang Meledak

Minggu, 31 Agustus 2025 | 15:32 WIB
X