Menurutnya, bisa saja ada lebih dari satu orang yang mengaku sebagai Bjorka, dan itu masih terus ditelusuri.
Ia menjelaskan bahwa WFT diketahui aktif di dark web dan kerap mengganti nama akun.
“Yang bersangkutan sudah beberapa kali juga mengubah nama di dark web,” terang Reonald.
Di sisi lain, Polisi juga belum memastikan apakah kebocoran 341 ribu data Polri itu dilakukan oleh WFT atau pihak lain yang meniru nama yang sama.
Penangkapan di Minahasa dan Dugaan Pemerasan
Berdasarkan laporan pihak Polda Metro Jaya, WFT ditangkap dari rumahnya di Desa Totolan, Kakas Barat, Minahasa, pada 23 September 2025 lalu.
Penangkapan itu berawal dari laporan sebuah bank swasta yang mengaku menerima ancaman dari akun X @bjorkanesiaaa.
Kasubdit IV Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon menjelaskan motif penangkapan WFT yakni terkait pemerasan.
Baca Juga: Begini Respons Pramono usai Purbaya Bikin DKI Jakarta Berhemat
“Motifnya untuk memeras bank swasta, tapi belum sempat terjadi karena pihak bank langsung melapor,” ungkap Herman dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, pada Sabtu, 4 Oktober 2025.
Dari hasil penyelidikan, WFT sudah lama aktif di dunia maya dengan berbagai nama.
Diketahui, ia pernah memakai identitas Bjorka, lalu menggantinya menjadi SkyWave, dan terakhir Opposite6890. Kini ia ditahan dan dijerat pasal berlapis UU ITE.
Koalisi Masyarakat Sipil: Usut Bukti Kuat
Koalisi Masyarakat Sipil menilai langkah polisi menangkap WFT terbilang sah, selama ada bukti kuat.
Anggota Koalisi Sipil sekaligus Pendiri Raksha Initiatives, Wahyudi Djafar menyebut yang penting bukan siapa Bjorka sebenarnya, tapi apakah ada tindak pidana yang bisa dibuktikan.
Baca Juga: Prabowo Saksikan Penyitaan 6 Smelter Ilegal yang Rugikan Negara Rp 300 T