GEMALANTANG.COM -- Tekanan untuk meningkatkan produksi bahan bakar penerbangan berkelanjutan terus meningkat sebagai upaya untuk mengurangi jejak karbon bagi sektor yang menghasilkan sekitar 2,5 persen emisi CO2 global.
Cara tercepat untuk memangkas emisi adalah beralih dari minyak bumi atau bahan bakar fosil ke bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) yang menjadi alternatif.
SAF terbuat dari bahan baku non-minyak bumi yang tidak memerlukan revolusi teknologi pada rangka pesawat dan mesin. Uni Eropa dan Inggris memiliki mandat yang mengharuskan agar persentase SAF yang meningkat dicampur dengan bahan bakar jet fosil konvensional mulai tahun 2025.
Baca Juga: Situasi Beirut Semakin Rumit, Lebanon Lakukan Pertemuan Rahasia
Membuat bahan bakar jet dari minyak goreng bekas atau tanaman lebih berkelanjutan daripada membakar minyak bumi. Tetapi industri memperingatkan bahwa hal itu bukan solusi jangka panjang untuk mendekarbonisasi penerbangan.
Namun, kekhawatiran semakin meningkat bahwa dunia tidak dapat memproduksi cukup bahan bakar penerbangan hijau untuk memenuhi permintaan. Belum lagi bahan bakar hijau harganya lebih mahal daripada minyak bumi.
"Sangat tidak mungkin Inggris akan mampu memproduksi semua SAF yang dibutuhkannya. Di sisi minyak goreng bekas, terdapat risiko penipuan yang semakin besar dalam sistem, karena permintaan yang semakin besar." kata Antony Henderson, kepala kebijakan internasional dan perdagangan bahan bakar rendah karbon di Departemen Transportasi Inggris.
Baca Juga: Yahya Sinwar Jadi Pemimpin Hamas Gantikan Ismail Haniyeh
Masalah seputar hilangnya keanekaragaman hayati, penggundulan hutan dan perubahan penggunaan lahan yang dapat disebabkan oleh tanaman yang digunakan untuk memproduksi SAF turut menjadi perhatian Henderson.
Profesor teknik di Universitas Cambridge, Steven Barrett menilai menanam tanaman untuk menghasilkan SAF mungkin merupakan hal yang paling hemat biaya untuk dilakukan. Namun, akan mempengaruhi produksi pangan sebab tidak banyak lahan untuk hal itu.
“[Produsen SAF] juga dapat menggunakan limbah pertanian atau limbah padat kota, tetapi itu juga terbatas,” imbuhnya
Baca Juga: Wabup Bakhtiar Ajak Semua Pihak Bersinergi Atasi Karhutla
Solusi jangka panjang terbaik tampaknya adalah menggunakan energi terbarukan dan CO2 yang ditangkap dari atmosfer untuk membuat eSAF, tetapi itu adalah proses yang sangat mahal, dan memiliki implikasi teknologi dan efisiensi.
Artikel Terkait
Dua Skenario Muncul, IRGC Klaim Ini Penyebab Terbunuhnya Haniyeh
Banyak Negara Dan Maskapai Penerbangan Tinggalkan Beirut
Hamas Akan Menunjuk Pengganti Ismail Haniyeh
Semua Pihak Menunggu Respon Hizbullah Dan Iran
PM Sheikh Hasina Mundur Hingga Tinggalkan Bangladesh
AS Khawatir Israel Hancur Jika Diserang Iran
Kamala Harris Raih Tiket Untuk Maju Di Pilpres AS
Buah Nanas Dari India Dan Indonesia Akan Hadapi Biosekuriti Australia
Yahya Sinwar Jadi Pemimpin Hamas Gantikan Ismail Haniyeh
Situasi Beirut Semakin Rumit, Lebanon Lakukan Pertemuan Rahasia