Senin, 22 Desember 2025

Dilema Minyak Goreng Bekas Jadi Bahan Bakar Pesawat Jet

Photo Author
- Rabu, 7 Agustus 2024 | 20:00 WIB
Dilema Minyak Goreng Jadi Bahan Bakar Pesawat Jet (Gemalantang.com/ilustrasi pesawat jet)
Dilema Minyak Goreng Jadi Bahan Bakar Pesawat Jet (Gemalantang.com/ilustrasi pesawat jet)

 

GEMALANTANG.COM -- Tekanan untuk meningkatkan produksi bahan bakar penerbangan berkelanjutan terus meningkat sebagai upaya untuk mengurangi jejak karbon bagi sektor yang menghasilkan sekitar 2,5 persen emisi CO2 global.

Cara tercepat untuk memangkas emisi adalah beralih dari minyak bumi atau bahan bakar fosil ke bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) yang menjadi alternatif.

SAF terbuat dari bahan baku non-minyak bumi yang tidak memerlukan revolusi teknologi pada rangka pesawat dan mesin. Uni Eropa dan Inggris memiliki mandat yang mengharuskan agar persentase SAF yang meningkat dicampur dengan bahan bakar jet fosil konvensional mulai tahun 2025.

 Baca Juga: Situasi Beirut Semakin Rumit, Lebanon Lakukan Pertemuan Rahasia

Membuat bahan bakar jet dari minyak goreng bekas atau tanaman lebih berkelanjutan daripada membakar minyak bumi. Tetapi industri memperingatkan bahwa hal itu bukan solusi jangka panjang untuk mendekarbonisasi penerbangan.

Namun, kekhawatiran semakin meningkat bahwa dunia tidak dapat memproduksi cukup bahan bakar penerbangan hijau untuk memenuhi permintaan. Belum lagi bahan bakar hijau harganya lebih mahal daripada minyak bumi.  

"Sangat tidak mungkin Inggris akan mampu memproduksi semua SAF yang dibutuhkannya. Di sisi minyak goreng bekas, terdapat risiko penipuan yang semakin besar dalam sistem, karena permintaan yang semakin besar." kata Antony Henderson, kepala kebijakan internasional dan perdagangan bahan bakar rendah karbon di Departemen Transportasi Inggris.

 Baca Juga: Yahya Sinwar Jadi Pemimpin Hamas Gantikan Ismail Haniyeh

Masalah seputar hilangnya keanekaragaman hayati, penggundulan hutan dan perubahan penggunaan lahan yang dapat disebabkan oleh tanaman yang digunakan untuk memproduksi SAF turut menjadi perhatian Henderson.

Profesor teknik di Universitas Cambridge, Steven Barrett menilai menanam tanaman untuk menghasilkan SAF mungkin merupakan hal yang paling hemat biaya untuk dilakukan. Namun, akan mempengaruhi produksi pangan sebab tidak banyak lahan untuk hal itu.

“[Produsen SAF] juga dapat menggunakan limbah pertanian atau limbah padat kota, tetapi itu juga terbatas,” imbuhnya

Baca Juga: Wabup Bakhtiar Ajak Semua Pihak Bersinergi Atasi Karhutla

Solusi jangka panjang terbaik tampaknya adalah menggunakan energi terbarukan dan CO2 yang ditangkap dari atmosfer untuk membuat eSAF, tetapi itu adalah proses yang sangat mahal, dan memiliki implikasi teknologi dan efisiensi.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Isu Royalti Menggema di Forum Jepang-ASEAN

Sabtu, 15 November 2025 | 16:46 WIB

Kremlin: Upaya Penyelesaian Konflik Ukraina Terhenti

Sabtu, 8 November 2025 | 13:59 WIB

Aksi Saling Sindir Zohran Mamdani vs Donald Trump

Kamis, 6 November 2025 | 09:19 WIB

Prabowo Warning Dunia Soal ‘Serakahnomics’

Sabtu, 1 November 2025 | 13:19 WIB

Gestur Diplomasi Prabowo Jadi Sorotan di KTT ASEAN

Senin, 27 Oktober 2025 | 09:12 WIB
X