GEMA LANTANG -- Di balik terang listrik yang menyala saban hari, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara masih menimbulkan biaya kesehatan dan lingkungan yang tak kecil.
Studi terbaru menunjukkan, emisi PLTU di Indonesia berkontribusi pada ribuan kematian dini dan kerugian ekonomi miliaran dolar AS per tahun, dengan titik panas (hotspot) berada di Banten-Jakarta, Sumatera Barat, hingga Aceh.
Lembaga riset energi dan kualitas udara, Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), menaksir dampak kompleks PLTU Suralaya di Banten, pemasok listrik utama ke Jabodetabek, menyebabkan sekitar 1.470 kematian dini saban tahun dan biaya kesehatan sekitar US$ 1,04 miliar atau sekitar Rp15,8 triliun.
Temuan skenario tertinggi mereka bahkan mencapai 1.640 kematian per tahun.
Baca Juga: PLN Garap 2 Proyek Pembangkit Panas Bumi di Bengkulu
"Membersihkan satu sumber emisi besar akan menghemat biaya kesehatan yang sangat signifikan," kata peneliti CREA dalam laporan bersama Greenpeace pada 2023.
7.000 Kematian Dini per Tahun
Pada level nasional, estimasi beban kesehatan akibat PLTU juga konsisten tinggi. Studi Greenpeace-Harvard pada 2015 memperkirakan sekitar 6.500-7.100 kematian dini per tahun dari PLTU yang saat itu beroperasi, angka yang akan meningkat bila kapasitas bertambah.
Sementara analisis CREA untuk tahun-tahun berikutnya menunjukkan proyeksi lebih dari 10.000 kematian dini dan kerugian kesehatan di kisaran miliaran dolar per tahun, seiring ekspansi PLTU, termasuk untuk kebutuhan industri.
Di wilayah Jakarta-Banten, pemerintah bahkan mempertimbangkan menutup sebagian unit Suralaya (2 GW) guna menekan polusi yang menyeberang ke ibu kota.
Baca Juga: Bahlil Tegur Bos PLN, Arief Rosyid: Tak Boleh Ada yang Salah
"(Penutupan sebagian Suralaya) penting untuk polusi udara di Jakarta," ujar Luhut Binsar Pandjaitan yang kala itu menjabat Menko Marves pada 21 Agustus 2024.
Di Sumatera Barat, PLTU Ombilin di Sawahlunto berulang kali dipersoalkan warga dan kelompok masyarakat sipil karena kebocoran filter cerobong serta keluhan ISPA.
Liputan dan kajian lokal mencatat paparan debu dan gangguan pernapasan pada warga sekitar. "PLTU Ombilin layak ditutup karena membawa dampak kesehatan," tulis Betahita, media lingkungan berbasis di Jakarta, 15 November 2024.