Senin, 22 Desember 2025

‎Sonata Sedih Koto Boyo: Luka Ekologis yang Tak Kunjung Sembuh

Photo Author
- Sabtu, 25 Oktober 2025 | 11:36 WIB
Potret Dr. Noviardi Ferzi, seorang pengamat kebijakan publik dan ekonomi ternama di Jambi. (Ist)
Potret Dr. Noviardi Ferzi, seorang pengamat kebijakan publik dan ekonomi ternama di Jambi. (Ist)

"Bagi masyarakat Koto Boyo, kerusakan ini membawa dampak langsung. Sumur-sumur yang dulu menjadi sumber air bersih kini mengering, air permukaan berubah keruh dan berbau, sementara lahan pertanian menurun kesuburannya." ujarnya.

Baca Juga: Setahun Prabowo, Lebih dari 1.100 Desa Dapat Akses Listrik

‎Di Koto Boyo, lanjutnya, banyak warga yang dulu menggantungkan hidup dari sawah atau kebun kini harus mencari pekerjaan lain, sebagian bahkan meninggalkan kampung halaman.

‎Potret ini bukan hanya persoalan lingkungan, tapi juga persoalan sosial dan ekonomi yang menciptakan lingkaran kemiskinan baru di daerah yang ironisnya pernah menjadi lumbung energi.

‎"Kekeliruan besar pembangunan tambang di banyak daerah, termasuk Koto Boyo, adalah melihat batu bara hanya sebagai sumber pertumbuhan ekonomi jangka pendek." kata Dr. Noviardi.

"Padahal, tanpa reklamasi yang serius, daerah justru menanggung beban jangka panjang berupa kerusakan ekologi, kehilangan sumber air, dan menurunnya produktivitas lahan." tambahnya.

‎Ekonom ternama itu juga menyebut bahwa pertumbuhan yang dihasilkan dari kerusakan seperti ini hanyalah fatamorgana, tampak sejahtera di permukaan, tapi meninggalkan kehancuran di bawahnya.

Menurutnya, reklamasi semestinya tidak dipahami sekadar menutup lubang dan menanam pohon peneduh, tetapi memulihkan ekosistem dan kehidupan masyarakat.

"Pemerintah daerah perlu menegakkan kewajiban reklamasi dengan mekanisme yang tegas dan transparan: melakukan audit lingkungan berkala, mempublikasikan hasilnya secara terbuka, serta menindak perusahaan yang lalai dengan sanksi yang nyata, bukan hanya teguran administratif." katanya.

‎Lebih jauh, Dr. Noviardi mengatakan bahwa masyarakat setempat harus dilibatkan dalam setiap tahapan reklamasi.

"Mereka yang terdampak langsung memiliki hak untuk menentukan arah pemulihan lahan—apakah akan dijadikan kembali sebagai lahan pertanian, area konservasi, atau perikanan darat. Keterlibatan publik akan membuat proses reklamasi tidak hanya teknis, tetapi juga bermakna sosial." ujarnya.

‎Ia juga menyebut bahwa Koto Boyo saat ini menyimpan pelajaran besar, dimana tambang tanpa pemulihan adalah kutukan bagi generasi mendatang.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Bina Marga Kebut 461 Proyek Ruas Jalan di Kota Jambi

Rabu, 10 Desember 2025 | 16:40 WIB
X