"Bagi masyarakat Koto Boyo, kerusakan ini membawa dampak langsung. Sumur-sumur yang dulu menjadi sumber air bersih kini mengering, air permukaan berubah keruh dan berbau, sementara lahan pertanian menurun kesuburannya." ujarnya.
"Bagi masyarakat Koto Boyo, kerusakan ini membawa dampak langsung. Sumur-sumur yang dulu menjadi sumber air bersih kini mengering, air permukaan berubah keruh dan berbau, sementara lahan pertanian menurun kesuburannya." ujarnya.
Baca Juga: Setahun Prabowo, Lebih dari 1.100 Desa Dapat Akses Listrik
Di Koto Boyo, lanjutnya, banyak warga yang dulu menggantungkan hidup dari sawah atau kebun kini harus mencari pekerjaan lain, sebagian bahkan meninggalkan kampung halaman.
Potret ini bukan hanya persoalan lingkungan, tapi juga persoalan sosial dan ekonomi yang menciptakan lingkaran kemiskinan baru di daerah yang ironisnya pernah menjadi lumbung energi.
"Kekeliruan besar pembangunan tambang di banyak daerah, termasuk Koto Boyo, adalah melihat batu bara hanya sebagai sumber pertumbuhan ekonomi jangka pendek." kata Dr. Noviardi.
"Padahal, tanpa reklamasi yang serius, daerah justru menanggung beban jangka panjang berupa kerusakan ekologi, kehilangan sumber air, dan menurunnya produktivitas lahan." tambahnya.
Ekonom ternama itu juga menyebut bahwa pertumbuhan yang dihasilkan dari kerusakan seperti ini hanyalah fatamorgana, tampak sejahtera di permukaan, tapi meninggalkan kehancuran di bawahnya.
Menurutnya, reklamasi semestinya tidak dipahami sekadar menutup lubang dan menanam pohon peneduh, tetapi memulihkan ekosistem dan kehidupan masyarakat.
"Pemerintah daerah perlu menegakkan kewajiban reklamasi dengan mekanisme yang tegas dan transparan: melakukan audit lingkungan berkala, mempublikasikan hasilnya secara terbuka, serta menindak perusahaan yang lalai dengan sanksi yang nyata, bukan hanya teguran administratif." katanya.
Lebih jauh, Dr. Noviardi mengatakan bahwa masyarakat setempat harus dilibatkan dalam setiap tahapan reklamasi.
"Mereka yang terdampak langsung memiliki hak untuk menentukan arah pemulihan lahan—apakah akan dijadikan kembali sebagai lahan pertanian, area konservasi, atau perikanan darat. Keterlibatan publik akan membuat proses reklamasi tidak hanya teknis, tetapi juga bermakna sosial." ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa Koto Boyo saat ini menyimpan pelajaran besar, dimana tambang tanpa pemulihan adalah kutukan bagi generasi mendatang.
Artikel Terkait
Sorotan Tajam di Balik 68 Kendaraan Sampah Bantuan Maulana
Kebijakan Maulana 'Melembut' Usai Diterpa Gelombang Protes
Kejagung Didesak Bongkar Skandal Batubara Koto Boyo
Pakai Sumber Air dari Sumur Bor, KDM: Kirain dari Mata Air
Pertemuan Hangat Prabowo dan Lula da Silva: Bahas Kerja Sama
Menakar Efektivitas 11 Program Kota Jambi Bahagia: Dari Visi ke Realisasi
'Lansia Bahagia' dan 'Kota Tangguh' milik Maulana di Persimpangan Transparansi
Dedi Mulyadi Ancam Tak Perpanjang Izin Aqua
Sekda Bekasi Bantah Pernyataan Purbaya soal Jual Beli Jabatan
Batubara di Jalan Rakyat: Saat Regulasi Tak Lagi Dihormati