Lebih jauh, pendekatan ini berisiko mengaburkan akuntabilitas birokrasi. Jika kehadiran negara dipersonifikasikan pada figur gubernur, maka kegagalan pelayanan publik seolah menjadi soal kurangnya kunjungan pemimpin, bukan lemahnya kinerja institusi.
Padahal inti reformasi birokrasi adalah memastikan negara bekerja tanpa harus menunggu atensi personal kepala daerah. Negara yang sehat tidak bergantung pada gestur simbolik, melainkan pada sistem yang memaksa birokrasi bekerja, anggaran tepat sasaran, dan program dievaluasi secara objektif.
Pada akhirnya, tidur di dusun mungkin efektif sebagai narasi politik dan komunikasi kepemimpinan, tetapi terlalu rapuh untuk dijadikan klaim substansial kehadiran negara.
Baca Juga: Pansel Direksi Tirta Mayang Buka Suara Usai Digempur Isu Tak Sedap
Negara hadir bukan lewat cerita semalam di desa, melainkan melalui kebijakan yang konsisten, indikator kinerja yang jelas, dan keberanian mengakui kegagalan struktural jika masalah terus berulang.
Tanpa itu, narasi humanis hanya akan menjadi pembenaran moral yang indah ditulis, tetapi miskin dampak nyata bagi kehidupan warga Jambi.