GEMA LANTANG -- Akademisi Indonesia yang kini menjadi dosen di NTU Singapura, Prof. Sulfikar Amir, membeberkan studi Jepang saat merencanakan proyek kereta cepat.
Sulfikar mengatakan bahwa Jepang sudah mendekati Indonesia untuk proyek kereta cepat sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Mereka (Jepang) mendekati pemerintah Indonesia zaman SBY, kalau nggak salah tahun 2008. Lalu membuat studi selama 4 tahun,” kata Sulfikar dalam podcast bersama Darmawan Sepriyossa, dikutip dari video di kanal YouTube Forum Keadilan TV pada Kamis, 13 November 2025.
Studi 4 Tahun Jepang Disebut Lebih Efektif
Sulfikar kemudian menyebut bahwa hasil studi yang dilakukan Jepang akan lebih efektif dibanding realisasi Whoosh saat ini.
Ia menyebut bahwa stasiun yang ditunjuk jadi pemberhentian kereta cepat dalam studi Jepang juga tersambung dengan moda transportasi publik lainnya.
Baca Juga: Soal Kasus DAK SMK, Pengamat: Jangan Biarkan “Kancil” Lolos
“Kalau misal (dengan Jepang) ini jadi, bakal jauh lebih efektif daripada Whoosh karena stasiunnya di Jakarta berada di Dukuh Atas, langsung konek dengan LRT, MRT, dan busway,” jelas Sulfikar.
Sama halnya dengan stasiun di Bandung, Sulfikar menyebut ada koneksi transportasi mudah lainnya untuk penumpang.
“Kemudian stasiun di Bandung, stopnya di Stasiun Hall Bandung, pusat Bandung. Deponya di Gedebage,” lanjutnya.
“Dengan jalur yang center to center, kemungkinan besar proposal Jepang ini jauh lebih bagus,” sambungnya.
Baca Juga: Bos BGN Kena Omel DPR, Salah Regulasi saat Minta Anggaran Tambahan untuk MBG
Penelitian Lapangan Jalur Kereta Cepat
Selama 4 tahun penelitian, Sulfikar menyebut bahwa Jepang juga melakukan studi geoteknik.
“Studi relatif akurat. Mereka mengukur kekuatan tanah di daerah-daerah yang akan dibangun rel itu lalu menghitung berapa banyak biaya membangun tunnel (terowongan), mereka jago dan kuat banget sehingga tidak masalah untuk membangun underground station,” paparnya.