Potret ini, kata dia, adalah sebuah tanda klasik malfungsi birokrasi, yang mana ketika atasan tidak mampu membaca gejala krisis dan gagal mengambil keputusan tepat waktu.
Baca Juga: Ada 'Anotasi' di Balik Isu Kriminalisasi Aparat lewat KUHP Baru
Lebih jauh, Ia juga menyinggung soal pola komunikasi RSUD Raden Mattaher dan Dinas Kesehatan yang cenderung defensif menunjukkan ketidakmatangan manajemen dalam menghadapi krisis.
"Publik tidak butuh kalimat normatif seperti 'sedang ditangani' atau 'dalam proses audit internal'. Yang dibutuhkan adalah data faktual, transparansi, dan penjelasan berbasis kronologi serta solusi." sebutnya.
Ia menilai, ketertutupan ini memperburuk persepsi publik dan dapat mengarah pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan milik pemerintah.
"Dalam kerangka pelayanan kesehatan, kepercayaan adalah aset utama. Begitu masyarakat merasa rumah sakit tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti obat, maka kepercayaan itu runtuh." ungkapnya.
Baca Juga: Soal Kasus Impor 250 Ton Beras, Mentan Ancam Tindak Pejabat Tak Patuh
"Dan keruntuhan kepercayaan bukan hanya masalah reputasi institusi, melainkan turut merusak legitimasi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik." katanya lagi.
Noviardi Ferzi beranggapan bahwa pada titik ini krisis RSUD Raden Mattaher tidak lagi berdiri sendiri, bahkan telah menjadi indikator kegagalan tata kelola sektor kesehatan di bawah kepemimpinan gubernur saat ini.
"Malfungsi RSUD Raden Mattaher tidak boleh dipandang sebagai insiden tunggal. Ia adalah alarm keras bahwa sistem kesehatan daerah sedang bergerak menuju titik tidak stabil: tata kelola yang lemah, pengawasan yang kabur, dan manajemen rumah sakit yang tidak responsif." imbuhnya.
Ia juga mengingatkan jika persoalan ini dibiarkan berlarut tanpa intervensi kebijakan yang tegas, maka kegagalan pelayanan publik akan menjadi semakin dalam dan memukul hak masyarakat atas pelayanan kesehatan yang layak.
Baca Juga: Bareng-in Community Perkuat Gaya Hidup Sehat di Jambi
"Sudah saatnya Pemerintah Provinsi Jambi melakukan evaluasi menyeluruh yang tidak hanya menyasar direksi rumah sakit, tetapi juga meninjau ulang pola pembinaan, sistem pengawasan, hingga mekanisme alokasi anggaran kesehatan." kata Ferzi.
Tanpa langkah konkret dan cepat, ia mengatakan RSUD Raden Mattaher berpotensi berubah dari rumah sakit rujukan menjadi contoh buruk bagaimana sebuah institusi pelayanan publik dapat runtuh karena malfungsi internal yang dibiarkan menahun.
Artikel Terkait
Mahfud MD Ingatkan Demokrasi Indonesia Kian Menyimpang
Soal Kasus Impor 250 Ton Beras, Mentan Ancam Tindak Pejabat Tak Patuh
Ada 'Anotasi' di Balik Isu Kriminalisasi Aparat lewat KUHP Baru
MUI Singgung soal Koperasi Merah Putih Syariah
Aliansi Buruh Beri 3 Opsi Kenaikan UMP 2026
Fakta-Fakta Ledakan Mortir di Bekasi yang Tewaskan Seorang Warga
68 Posyandu di Kota Jambi Bertransformasi Jadi Posyandu 6 SPM
Sambut Kedatangan Kafilah Batang Hari, Fadhil Arief: Saya Bangga Dengan LPTQ dan Pelatih
Ekonom Sebut Wacana Redenominasi Cuma Pengalihan Isu
Respons Kapolri soal Masyarakat Lebih Percaya Damkar Dibanding Polisi