Yang jelas, kata Noviardi, tanpa tindakan struktural, mafia tambang akan terus berganti wajah, sementara kerusakan lingkungan dan penderitaan warga tetap menjadi warisan.
"Koto Boyo kini menjadi cermin: ketika negara membiarkan tambang ilegal tumbuh, yang terjadi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi pengkhianatan terhadap amanat konstitusi untuk mengelola sumber daya alam sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat." sebutnya.
Baca Juga: OJK: Kerugian Akibat Penipuan Keuangan Capai Rp7 Triliun
Menurutnya, Kejagung tak boleh hanya menonton, ketika lubang-lubang tambang di Koto Boyo bukan sekadar luka di tanah, tapi juga simbol ketidakadilan.
"Di sinilah negara diuji — apakah ia masih punya keberanian menegakkan hukum di hadapan kekuatan modal gelap." ujar Noviardi Ferzi.
"Karena jika Koto Boyo dibiarkan, maka bukan hanya batubaranya yang hilang, tapi juga wibawa hukum itu sendiri." tutupnya.
Artikel Terkait
Pengemudi Angkutan Batubara di Jambi Tak Terpengaruh Isu 'One Piece'
Mencuat! Dugaan Pungutan Ilegal Batubara di Jambi Capai Triliunan Rupiah
Indonesia dan Bangladesh Perkuat Kemitraan Energi, Batubara Mendominasi
Kendaraan 'Plat Luar' Leluasa Angkut Batubara di Jambi hingga PPTB 'Jadi 2'
Heboh Angkutan Batubara 'Kode JN' Melintas di Siang Bolong
Makatara Minta Pemerintah Umumkan Status Penghentian TUKS Batubara PT SAS
Warga Jengkel Angkutan Batubara Picu Kemacetan Panjang di Muaro Jambi
Update Kemacetan Akibat Angkutan Batubara di Muaro Jambi
Polemik PPTB Jambi Menggerus Kepercayaan Pengusaha Batubara
Potret 'Kelam' Aksi Ilegal Mafia Batubara Jambi