Kondisi itu berdampak serius bagi warga desa, mulai dari keterbatasan akses infrastruktur, listrik yang tak bisa masuk, hingga adanya kasus kriminalisasi warga karena menggarap tanah.
Baca Juga: 8 Tuntutan Serikat Petani Indonesia dalam Aksi Hari Tani Nasional
“Mereka nggak bisa ngegarap apa-apa, kalau garap ditangkap. Sudah 4 orang yang ditangkap,” kata Yandri.
Menurut Yandri, sekitar 16 ribu desa lain berada berimpit dengan kawasan hutan. Akibat status hukum ini, pembangunan infrastruktur dasar kerap terhambat.
Mantan anggota DPR itu juga mencontohkan desa di Tanah Laut, Kalimantan Selatan, yang hingga kini tak memiliki jalan lantaran dianggap berada di kawasan hutan.
“Kenapa? Dari jalan raya menuju desa itu, ini kawasan hutan, tidak boleh dibangun. APBD nggak berani masuk, tadi kata Pak Nusron takut dianggap korupsi. APBN juga nggak berani masuk,” papar Yandri.
Baca Juga: Curhatan Mahfud MD di Balik Keputusan Tolak Kursi Menteri
Menanggapi situasi di Bogor, Yandri menegaskan pemerintah tengah berupaya mencegah pelelangan dua desa tersebut.
Mantan wakil ketua MPR itu juga meminta aparat penegak hukum tidak meneruskan eksekusi lelang karena warga sah secara hukum tinggal di wilayah itu.
"Mohon para pihak yang mungkin diberi amanat untuk melakukan sita dan lain sebagainya itu tolong dihentikan karena bagaimanapun desa itu sah secara hukum," tegasnya.
Baca Juga: Bakal Disikat! Menkeu Purbaya Kantongi Nama Penjual Rokok Ilegal
Yandri menekankan bahwa kesalahan bukan terletak pada desa, melainkan pada proses pencatatan kredit perusahaan yang menggadaikan tanah.
“Mereka dapat dana desa, ada nomor induk desa, ada pemerintahan desanya, ada KTPnya, mereka bayar pajak dan lain sebagainya dan mereka ikut pemilu,” lanjutnya.
Dengan situasi yang menyangkut jutaan warga desa, Yandri meminta adanya langkah taktis dan strategis dari DPR serta pemerintah.