"Sehingga ini (kasus Tom Lembong) tidak usah sampai ke ujung, sudah sampai di sini saja, strategis. Sehingga orang bisa mengatakan: Anda jangan main-main hukum, presiden bisa turun tangan," ujarnya.
Baca Juga: SKB 3 Menteri Soal Libur 18 Agustus 2025 Bakal Diterbitkan Besok
Lawan debat Wapres Gibran di Pilpres 2024 itu mengakui adanya kekhawatiran publik jika presiden terlalu sering melakukan intervensi hukum. Perihal itu, ia membeberkan alasan rasional atas abolisi yang diterima Tom Lembong.
"Ada juga publik yang cemas mengatakan: Kalau begitu, presiden turun tangan terus. Tapi saya kira untuk kasus ini rasional saja, memang hakimnya dalam memberikan pertimbangan hukum yang terasa tidak independen, mulai dari hakim, jaksa, dan seterusnya," tegas Mahfud.
Dalam kasus Tom Lembong, Mahfud menjelaskan terkait tidak ditemukannya unsur niat jahat atau mens rea.
Baca Juga: Polisi Buka Suara Soal Ledakan Dahsyat di Pertamina EP Subang
"Dalam kasus Tom Lembong orang mengatakan, tidak ada mens rea kok orang bisa dihukum. Ada juga orang yang mengatakan orang berbuat tidak ada motif, motif yang sifatnya mens rea atau sifatnya jelek, tapi ada motif karena melaksanakan tugas," ungkapnya.
Menurut Mahfud, semua langkah Tom Lembong saat menjabat sebagai menteri dilakukan berdasarkan instruksi resmi.
"Motif yang ada pada Tom Lembong itu bukan mens rea atau niat jahat, karena ada perintah atasan, dokumen rapatnya, ada data statistiknya, ada juga proses pelaksanaannya, semuanya ada," tukasnya.