Senin, 22 Desember 2025

Update Praperadilan Nadiem Makarim, Ahli Bongkar Audit BPKP Bukan Bukti Sah

Photo Author
- Selasa, 7 Oktober 2025 | 15:46 WIB
Menyoroti pendapat ahli dalam sidang lanjutan praperadilan yang dijalani eks Mendikbud, Nadiem Makarim. (Dok. Kejagung)
Menyoroti pendapat ahli dalam sidang lanjutan praperadilan yang dijalani eks Mendikbud, Nadiem Makarim. (Dok. Kejagung)

GEMA LANTANG, JAKARTA -- Sidang praperadilan kembali dijalani eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Selasa, 7 Oktober 2025.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Nadiem menuding adanya kejanggalan dalam penetapan status tersangkanya atas dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.

Terkini, sidang lanjutan praperadilan itu membahas pendapat ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda.

Dalam pernyataan Huda di persidangan, salah satu yang menuai sorotan yakni terkait alat bukti. 

Baca Juga: ‎Puluhan Gubernur Ngeluh ke Purbaya soal Rencana Pemotongan TKD ‎

Huda menegaskan, hukum acara pidana menempatkan bukti sebagai dasar, bukan pelengkap. Artinya, bukti harus ditemukan terlebih dahulu sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka.

Ahli hukum pidana itu menilai, jika penempatan bukti dibalik, maka prosesnya berubah menjadi manipulatif.

“Jadi kalau ditetapkan tersangka lebih dulu baru dicari buktinya, ini namanya bukan dicari buktinya, tapi dibuat-buat buktinya,” ujar Chairul Huda dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, pada Selasa, 7 Oktober 2025.

Lantas, apa saja poin-poin kritis yang diutarakan Chairul Huda dalam sidang praperadilan yang menjerat Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi itu? Berikut ulasan selengkapnya.

Baca Juga: KPK Ungkap Modus Jual Beli Kuota Haji 2024 oleh Travel Ilegal

Menurut Huda, penyidik seharusnya baru menetapkan tersangka setelah memperoleh sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. 

Jika proses ini terbalik, maka logika hukum menjadi rusak. Ia menilai, banyak kasus korupsi justru dimulai dari penetapan tersangka terlebih dahulu, baru kemudian dicari pembenarannya.

“Menetapkan tersangka itu bagian dari menemukan tersangka, bukan sebaliknya,” jelasnya.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Tags

Artikel Terkait

Terkini

D’Raja Law Firm, Mitra Hukum Terpercaya di Indonesia

Selasa, 16 Desember 2025 | 19:16 WIB

Pengamat: Perpol Kapolri tak Langgar Keputusan MK

Minggu, 14 Desember 2025 | 12:55 WIB

Pengamat Sebut Temuan Ombudsman RI Bukan Putusan Hukum

Sabtu, 13 Desember 2025 | 15:57 WIB

Tanfidziyah Copot Gus Ipul dari Posisi Sekjen PBNU

Sabtu, 29 November 2025 | 08:37 WIB
X