GEMALANTANG.COM -- Konflik lintas batas antara Hizbullah di Lebanon dan Israel sudah sangat mengkhawatirkan Barat dan Timur tentang perang besar-besaran yang menghancurkan.
Hizbullah di Lebanon mengatakan pihaknya meluncurkan lebih dari 200 roket dan pesawat tak berawak yang menargetkan posisi militer Israel sebagai tanggapan atas serangan yang menewaskan seorang komandan senior kelompok bersenjata tersebut.
Baca Juga: Kelompok Militan Irak Siap Tempur Jika Perang Besar Pecah di Lebanon
Sumber Hizbullah mengatakan kepada Al Jazeera serangan pada hari Kamis (04/07/2024) merupakan serangan besar kedua dalam beberapa hari terakhir ini.
Serangan besar ini merupakan serangan balasan atas kematian Muhammad Nimah Nasser di Lebanon selatan sehari sebelumnya yang mendorong Hizbullah meluncurkan lebih dari 100 roket ke Israel pada hari Rabu (03/07/2024) kemarin.
Baca Juga: Didesak Soal Gencatan Senjata Di Gaza, Netanyahu : Tidak Akan Terjadi
Nasser, juga dikenal sebagai Hajj Abu Nimah, adalah pejuang Hizbullah tingkat tinggi ketiga yang tewas dalam hampir sembilan bulan pertempuran lintas perbatasan yang dipicu oleh perang Israel di Gaza.
Sementara itu. Militer Israel mengatakan pasukannya menyerang pos peluncuran di Lebanon Selatan setelah banyak proyektil dan target udara mencurigakan melintas dari Lebanon ke wilayah Israel, serangan itu menyebabkan kebakaran hebat disejumlah wilayah di Israel Utara.
Baca Juga: Pedih!!! Upaya Bos NATO Untuk Danai Ukraina Ditolak Anggotanya
Sebanyak 17 peringatan dibunyikan selama 90 menit di berbagai wilayah Israel Utara, dari Nahariya dibarat hingga Golan di Timur. Serangan Hizbullah kali ini merupakan serangan terbesar selama ketegangan konflik meningkat.
Seorang analis politik dari Universitas Amerika di Beirut, Rami Khouri menyebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terus menabuh genderang perang dengan Hizbullah.
Baca Juga: Horor!!! Truk Pengangkut Sayur Terguling Dekat Kuburan
"Netanyahu, khususnya, terus mengatakan kami akan menyerang Lebanon, kami akan menghancurkan Hizbullah. Namun, mereka tidak memiliki kapasitas untuk melakukan itu sementara mereka masih berperang di Gaza" imbuh Khouri dikutip Al Jazeera, Kamis (04/07/2024).