Yang jelas, kata Dr. Ferzi, risiko ini kontras dengan narasi populer yang mengklaim bahwa pelabuhan adalah lokomotif PAD.
Ekonom ternama di Jambi itu juga menjelaskan bahwa secara teori fiskal daerah, Fan, Lin & Treisman (2023, Journal of Public Economics) menyebut bahwa infrastruktur besar justru bisa menciptakan risiko fiskal baru.
Terutama ketika revenue yang dijanjikan sifatnya ekspektasi jangka menengah-panjang, sementara cost muncul di tahun berjalan, pembiayaan jalan penunjang, normalisasi sungai, kompensasi sosial, hingga pemeliharaan.
Baca Juga: Aksi Saling Sindir Zohran Mamdani vs Donald Trump
"Artinya, tidak ada jaminan bahwa pelabuhan otomatis menguntungkan APBD. Banyak pelabuhan regional di Asia Tenggara justru mengalami under-utilization dalam 5-8 tahun pertama (Kim & Cho, 2021, Transport Policy) karena kapasitas industri hulu tidak pernah naik kelas." ungkapnya.
Di Jambi, Dr. Noviardi Ferzi menilai problem paling utama bahkan sudah diakui sendiri, yang mana konektivitas belum siap.
"Jalan ke sentra produksi belum terintegrasi, sungai Batanghari masih berkubang sedimentasi, dan hilirisasi komoditas belum berdiri." bebernya.
Baca Juga: Penjualan Baju Bekas Thrifting Segera Dilarang
"Pelabuhan tidak berdiri di ruang kosong. Pelabuhan hanyalah simpul. Tanpa jaringan di hulu, ia mandul. Tanpa industri di hilir, ia hampa." tambahnya.
Ia juga menggambarkan bahwa anggapan soal membangun pelabuhan dulu, baru berharap ekonomi bergerak kemudian, adalah urutan yang terbalik secara ilmiah.
Doktrin ekonomi pembangunan terbaru (Chang, 2024, Cambridge Journal of Economics) justru menekankan bahwa sebelum infrastruktur besar dibangun, maka kapasitas produksi lokal harus dipersiapkan.
Baca Juga: Tanpa Jalan dan Pelabuhan Khusus, Emas Hitam jadi Beban
Ini meliputi berbagai aspek termasuk kualitas SDM, industri pengolahan, kapasitas UMKM eksportir, dan integrasi rantai nilai.
"Tanpa itu, Pelabuhan Muaro Jambi hanya menjadi monumen pertumbuhan yang tertunda." pungkasnya.