GEMA LANTANG, JAMBI -- Banyak pihak menilai, pembahasan mengenai pembangunan pelabuhan tidak bisa dilepaskan dari isu hilirisasi. Tanpa adanya hilirisasi yang kuat, pertumbuhan ekonomi dinilai akan sulit terdongkrak secara signifikan.
Kali ini, akademisi yang juga pengamat ekonomi, Dr. Noviardi Ferzi kembali menyikap tabir fakta yang menunjukkan bahwa peringkat ekonomi Provinsi Jambi dalam skala nasional tidak pernah netral.
Berdasarkan data 10 provinsi yang disebut sebagai “Raja Ekonomi” Indonesia yang dirilis media menunjukkan struktur ekonomi Indonesia digerakkan oleh provinsi yang tidak hanya memiliki sumber daya, tetapi melakukan hilirisasi dan industrialisasi secara progresif.
"Inilah titik kritis saat Provinsi Jambi tidak bisa berharap naik kelas hanya dengan mengekspor CPO mentah, karet mentah dan batubara mentah." kata Ekonom ternama di Provinsi Jambi itu.
Baca Juga: Ekonom Sebut Mesin Ekonomi Jambi Melemah
"Bila Jambi tidak masuk ke era nilai tambah, maka pertumbuhan tinggi itu akan selamanya fiktif dan terus berada di pinggiran deretan provinsi pemain utama ekonomi nasional." sebutnya, Sabtu, 8 November 2025.
Ia menilai literatur akademik sudah sangat tegas. Dimana, hilirisasi menjadi sumber daya yang terbukti berkontribusi terhadap peningkatan PDRB dan daya saing wilayah.
Menurut studi terbaru dalam Resources Policy (Suhendra & Ridwan, 2024) menunjukkan bahwa provinsi yang melakukan hilirisasi mineral dan kelapa sawit memiliki rata-rata kenaikan value added hingga 28–40 persen dibanding daerah yang hanya mengandalkan raw exports.
Dalam Jurnal yang sama, dikatakan Dr. Ferzi, menegaskan bahwa hilirisasi adalah prasyarat industrial upgrading di daerah. Artinya, semakin Jambi menunda industrialisasi maka semakin mahal ongkos ketertinggalannya.
Baca Juga: Prabowo Tanggung Jawab soal Whoosh, Mahfud MD: Bongkar
"Isu Jambi hari ini justru bukan kurang sumber daya, tetapi keterjebakan ekstraktivisme. Jambi hari ini masih hidup sebagai provinsi eksportir bahan mentah. Karet kita dikirim mentah, sawit kita dikirim mentah, batubara kita kirim mentah." ungkapnya.
Padahal, tren riset ekonomi daerah sangat jelas, yang mana daerah berbasis komoditas mentah memiliki kerentanan pertumbuhan karena volatilitas harga.
Hal ini juga disebutnya sebagai “resource volatility trap” menurut (Afifah & Haroon, Journal of Economic Structures, 2023).
Artikel Terkait
Ledakan di Sekolah saat Salat Jumat, Korban Capai 54 Orang
Polisi Ungkap Identifikasi 2 Kerangka di Kwitang
Dokter Tifa dan Roy Suryo Kompak Akui Hormat pada Proses Hukum
Ledakan di Masjid SMAN 72 Kelapa Gading, Polisi Pastikan Belum Ada Korban Meninggal
Ekonom Sebut Mesin Ekonomi Jambi Melemah
Pemerintah DKI Sangat Berduka Soal Ledakan SMAN 72 Jakarta
Mensesneg Ungkap Prabowo Sudah Tahu Insiden Ledakan di SMAN 72 Jakarta
Deret Pengakuan Tokoh yang Tersandung Kasus Ijazah Palsu Jokowi
Kecelakaan Beruntun di Banyumanik Semarang: 3 Mobil Terguling
Terlibat Skandal Mutasi Jabatan, Sugiri Sancoko Ditangkap KPK