Senin, 22 Desember 2025

Tanpa Hilirisasi, Jambi Tetap 'Jadi Penonton' di Arena Ekonomi

Photo Author
- Sabtu, 8 November 2025 | 11:45 WIB
Potret Dr. Noviardi Ferzi, seorang pengamat kebijakan publik, sosial dan ekonomi ternama di Jambi. (Ist)
Potret Dr. Noviardi Ferzi, seorang pengamat kebijakan publik, sosial dan ekonomi ternama di Jambi. (Ist)

‎GEMA LANTANG, JAMBI --  Banyak pihak menilai, pembahasan mengenai pembangunan pelabuhan tidak bisa dilepaskan dari isu hilirisasi. Tanpa adanya hilirisasi yang kuat, pertumbuhan ekonomi dinilai akan sulit terdongkrak secara signifikan.

‎Kali ini, akademisi yang juga pengamat ekonomi, Dr. Noviardi Ferzi kembali menyikap tabir fakta yang menunjukkan bahwa peringkat ekonomi Provinsi Jambi dalam skala nasional tidak pernah netral.

‎Berdasarkan data 10 provinsi yang disebut sebagai “Raja Ekonomi” Indonesia yang dirilis media menunjukkan struktur ekonomi Indonesia digerakkan oleh provinsi yang tidak hanya memiliki sumber daya, tetapi melakukan hilirisasi dan industrialisasi secara progresif. 

‎"Inilah titik kritis saat Provinsi Jambi tidak bisa berharap naik kelas hanya dengan mengekspor CPO mentah, karet mentah dan batubara mentah." kata Ekonom ternama di Provinsi Jambi itu.

Baca Juga: ‎Ekonom Sebut Mesin Ekonomi Jambi Melemah

‎"Bila Jambi tidak masuk ke era nilai tambah, maka pertumbuhan tinggi itu akan selamanya fiktif dan terus berada di pinggiran deretan provinsi pemain utama ekonomi nasional." sebutnya, Sabtu, 8 November 2025.

‎Ia menilai literatur akademik sudah sangat tegas. Dimana, hilirisasi menjadi sumber daya yang terbukti berkontribusi terhadap peningkatan PDRB dan daya saing wilayah.

‎Menurut studi terbaru dalam Resources Policy (Suhendra & Ridwan, 2024) menunjukkan bahwa provinsi yang melakukan hilirisasi mineral dan kelapa sawit memiliki rata-rata kenaikan value added hingga 28–40 persen dibanding daerah yang hanya mengandalkan raw exports.

‎Dalam Jurnal yang sama, dikatakan Dr. Ferzi, menegaskan bahwa hilirisasi adalah prasyarat industrial upgrading di daerah. Artinya, semakin Jambi menunda industrialisasi maka semakin mahal ongkos ketertinggalannya.

Baca Juga: Prabowo Tanggung Jawab soal Whoosh, Mahfud MD: Bongkar

‎"Isu Jambi hari ini justru bukan kurang sumber daya, tetapi keterjebakan ekstraktivisme. Jambi hari ini masih hidup sebagai provinsi eksportir bahan mentah. Karet kita dikirim mentah, sawit kita dikirim mentah, batubara kita kirim mentah." ungkapnya.

‎Padahal, tren riset ekonomi daerah sangat jelas, yang mana daerah berbasis komoditas mentah memiliki kerentanan pertumbuhan karena volatilitas harga.

‎Hal ini juga disebutnya sebagai “resource volatility trap” menurut (Afifah & Haroon, Journal of Economic Structures, 2023).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahmad Ade

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Purbaya Singgung Landasan Ekonomi Nasional

Jumat, 21 November 2025 | 16:04 WIB

‎Ekonom Sebut Mesin Ekonomi Jambi Melemah

Sabtu, 8 November 2025 | 10:35 WIB

Respons Purbaya soal Ekonomi RI Tumbuh 5,04 Persen

Kamis, 6 November 2025 | 11:47 WIB

Purbaya Curhat Balpres Pakaian Bekas Bikin Rugi

Rabu, 22 Oktober 2025 | 16:12 WIB

Trik Jitu Menkeu Purbaya untuk Pemimpin Daerah

Senin, 20 Oktober 2025 | 13:57 WIB
X