daerah

‎Sonata Sedih Koto Boyo: Luka Ekologis yang Tak Kunjung Sembuh

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 11:36 WIB
Potret Dr. Noviardi Ferzi, seorang pengamat kebijakan publik dan ekonomi ternama di Jambi. (Ist)

GEMA LANTANG, JAMBI -- Wilayah pertambangan di Desa Koto Boyo yang berada di Kabupaten Batanghari kini menjadi potret paling nyata dari sisi gelap industri batubara.

Wilayah yang dulu hijau, subur, dan menjadi tumpuan hidup banyak keluarga petani, kini berubah menjadi lanskap gersang dengan lubang-lubang besar bekas galian.

‎Wajah buram di Koto Boyo menjadi sorotan publik. Dr. Noviardi Ferzi seorang pengamat dan ekonom ternama di Jambi dengan kritis menyoroti kerusakan alam di wilayah itu.

‎Dr. Noviardi menyebut padamusim hujan, lubang itu berubah menjadi kolam berair asam, sedangkan di musim kemarau, debu halus beterbangan, menutup udara dan menciptakan gangguan pernapasan bagi warga sekitar.

‎"Inilah wajah pasca tambang yang gagal direklamasi dengan benar—wajah dari tanggung jawab yang diabaikan." bebernya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 25 Oktober 2025.

Baca Juga: Dr. Noviardi Ferzi: Kemandirian Fiskal, The Untold Story

Secara hukum, setiap perusahaan tambang memiliki kewajiban melakukan reklamasi dan pasca tambang sesuai UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018.

‎Aturan ini menegaskan bahwa perusahaan harus memulihkan kembali kondisi lingkungan setelah eksploitasi selesai, setidaknya hingga tanah bisa kembali produktif.

‎"Namun di Koto Boyo, kenyataan jauh dari ideal. Banyak lahan bekas tambang dibiarkan terbuka, tanpa penutupan lubang, tanpa vegetasi penahan erosi, tanpa sistem drainase yang memadai. Seolah kewajiban lingkungan hanya sekadar formalitas dokumen yang tak pernah benar-benar diwujudkan." kata Noviardi.

Baca Juga: ‎LPKNI Desak Bareskrim Bongkar Skandal Suap Batubara di Jambi

‎Noviardi mengatakan bahwa akar permasalahan bukan hanya pada perusahaan tambang, tapi juga pada lemahnya pengawasan pemerintah daerah.

‎"Rencana reklamasi sering kali hanya berhenti di atas kertas. Audit lingkungan jarang dilakukan secara independen, sementara laporan pelaksanaan reklamasi diterima begitu saja tanpa verifikasi lapangan." sebutnya.

Akibatnya, kata Noviardi, lahan bekas tambang yang seharusnya bisa dipulihkan menjadi kebun, hutan rakyat, atau area konservasi, justru berubah menjadi “tanah mati” yang kehilangan fungsi ekologis maupun ekonomi.‎

 

Halaman:

Tags

Terkini

Bina Marga Kebut 461 Proyek Ruas Jalan di Kota Jambi

Rabu, 10 Desember 2025 | 16:40 WIB