Karena itu, ketika dua pemerintahan memiliki sejumlah kebijakan yang berkesinambungan, hal tersebut bukanlah cerminan pengaruh politik personal, tetapi konsistensi terhadap pembangunan.
Bandingkan dengan Negara Lain
Dalam penjelasannya, Hasan kemudian membandingkan dengan praktik politik di negara lain yang sistemnya justru memungkinkan perubahan drastis setiap kali pergantian presiden terjadi.
Ia mencontohkan dinamika kebijakan publik di Amerika Serikat yang menurutnya sering berganti-ganti sesuai preferensi pemerintah yang sedang berkuasa.
“Kalau kita reverse policy seperti di Amerika ya program presiden sebelumnya bisa dicabut malah,” ujarnya.
Menurut Hasan, model perubahan kebijakan yang bersifat fluktuatif semacam itu berpotensi menimbulkan ketidakpastian, terutama dalam implementasi program jangka panjang yang berdampak pada rakyat banyak.
Baca Juga: Tak Hanya Anita Dewi, Suaminya Ikut Terdampak dari Pekerjaan usai Viral
“Hari ini misal pajak dinaikkan, di presiden berikutnya bisa diturunkan. Gitu aja terus reverse policy,” pungkasnya.
Konsistensi Pembangunan
Pandangan Hasan menekankan pentingnya keberlanjutan kebijakan sebagai upaya menjaga stabilitas dan menghindari ketidakkonsistenan yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi maupun tata kelola pembangunan.
Menurutnya, model keberlanjutan yang diterapkan di Indonesia memberikan kepastian kepada masyarakat, pelaku usaha, hingga pemangku kepentingan lainnya.
Dengan demikian, keberlanjutan bukan hanya sekadar meneruskan program presiden sebelumnya, tetapi memastikan bahwa arah pembangunan nasional berjalan secara stabil tanpa perubahan kebijakan yang mendadak.
Hasan menutup pandangannya dengan kembali menolak anggapan bahwa kesamaan kebijakan antara pemerintahan Prabowo dan Jokowi merupakan bentuk intervensi.
Baca Juga: Dorong Revisi RTRW, Jefri Ingatkan Pentingnya Kepastian Investasi
Baginya, hal tersebut adalah konsekuensi dari sistem pembangunan nasional yang memang dirancang untuk berkelanjutan, bukan saling meniadakan setiap lima tahun.