Ia juga memastikan mekanisme baru akan dibuat agar masyarakat bisa memantau kegiatan reses melalui sistem daring.
Baca Juga: Alasan Prabowo Copot Arief Prasetyo dari Kepala Bapanas
“Kami sedang siapkan aplikasi supaya publik bisa tahu anggota DPR siapa, dari partai apa, dan di mana saja titik resesnya. Semua wajib unggah laporan kegiatan,” imbuh Dasco.
Di lain pihak, penjelasan itu dinilai belum cukup menenangkan publik.
Pengamat: Transparansi Masih Gelap
Dalam kesempatan berbeda, anggota Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menyebut kenaikan hampir 2 kali lipat itu masih dibayangi kurangnya transparansi.
“Segala hal soal reses dan kunjungan ke dapil itu seperti informasi hantu di DPR. Agendanya ada, tapi hasilnya tak pernah dilaporkan ke publik,” ujar Lucius dalam keterangan resminya, pada Minggu, 12 Oktober 2025.
Lucius menilai, tanpa transparansi, penambahan dana justru membuka peluang penyalahgunaan.
“Anggota DPR bahkan mungkin ada yang sama sekali tidak kembali ke dapil saat reses, tapi justru pelesiran ke tempat lain. Ini seperti bonus istimewa tanpa kerja yang pantas diapresiasi,” ujarnya.
Baca Juga: Dari Samurai Rp20 Triliun ke Mahar Rp3 Miliar: Skandal Tipu-tipu Kakek yang Viral
Regulasi dan Kebutuhan Pengawasan
Secara hukum, mekanisme reses diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), serta Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa anggota DPR berhak atas dukungan keuangan dan administrasi untuk pelaksanaan reses.
Kendati demikian, tanpa sistem pelaporan yang transparan, dana besar untuk reses berpotensi disalahartikan publik sebagai “privilege” alih-alih digunakan sebagai alat menyerap aspirasi rakyat.
Di sisi lain, usulan Dasco tentang aplikasi pemantau kegiatan DPR juga menjadi ujian nyata bagi komitmen keterbukaan lembaga legislatif di Tanah Air.