GEMA LANTANG, JAKARTA -- Rokok menjadi salah satu komoditas dengan kontribusi besar terhadap penerimaan negara.
Melalui pajak daerah dan cukai yang dikelola pemerintah pusat, sektor hasil tembakau menyumbang triliunan rupiah setiap tahunnya.
Di balik kontribusi itu, muncul persoalan klasik yang hingga kini belum tuntas, yakni maraknya peredaran rokok ilegal.
Fenomena rokok ilegal semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Produk-produk ini dijual jauh lebih murah dibanding rokok legal karena tidak membayar cukai.
Padahal, cukai rokok berfungsi ganda: menekan konsumsi dan menjadi sumber penerimaan negara.
Baca Juga: Dilema Rokok di Antara Ekonomi dan Kesehatan
Rokok ilegal umumnya tidak memiliki izin edar, tidak menggunakan pita cukai, atau justru menggunakan pita cukai palsu maupun bekas pakai.
Praktik ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dan berpotensi mengganggu pasar industri rokok legal yang taat aturan.
Menurut data Kementerian Keuangan, kebocoran penerimaan negara akibat peredaran rokok ilegal mencapai triliunan rupiah setiap tahun.
Di sisi lain, peredaran rokok tanpa cukai kerap menyasar masyarakat berpenghasilan rendah karena harganya yang jauh lebih murah.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan wacana baru untuk menekan peredaran rokok ilegal.
Baca Juga: Cukai Rokok 2026 Tak Naik, Begini Strategi Purbaya soal Rokok Ilegal
Pemerintah, kata dia, akan memberi kesempatan bagi produsen rokok ilegal untuk melegalkan usahanya tanpa dikenai sanksi, asalkan mereka bersedia masuk ke kawasan industri hasil tembakau (KIHT).