daerah

Pengamat: ‎RSUD Raden Mattaher Mengalami Malfungsi Berat

Selasa, 25 November 2025 | 14:18 WIB
Pengamat kebijakan publik, sosial dan ekonomi, Dr. Noviardi Ferzi. (Ist)

‎GEMA LANTANG, JAMBI -- Akademisi yang juga pengamat kebijakan publik, sosial dan ekonomi, Dr. Noviardi Ferzi menyebut Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi telah menunjukkan tanda-tanda malfungsi pelayanan kesehatan publik.

‎"Situasi yang mencuat di RSUD Raden Mattaher Jambi—dari hutang obat yang diduga menembus Rp82 miliar hingga kekosongan berbagai stok obat esensial—adalah potret gamblang dari sebuah malfungsi institusional dalam layanan kesehatan publik." sebutnya.

‎Rumah sakit rujukan terbesar di Provinsi Jambi itu dinilai sedang bergerak tanpa kendali, dan pemerintah provinsi sebagai pemegang otoritas tertinggi terlihat gagap mengantisipasi kerusakan yang sudah jauh merembet ke kualitas layanan dasar.

Baca Juga: Ekonom Sebut Wacana Redenominasi Cuma Pengalihan Isu

‎Dalam tata kelola pelayanan publik, malfungsi bukan hanya berarti rusaknya satu bagian sistem. Menurutnya ini adalah kegagalan paralel yang saling terkait mulai dari perencanaan, penganggaran, pengawasan, hingga komunikasi publik.

‎"Pada titik ketika pasien BPJS harus membeli obat di luar rumah sakit karena stok kosong, atau ketika pemasok menghentikan pengiriman karena tunggakan pembayaran, maka persoalan ini bukan lagi soal teknis. Ini adalah kegagalan struktural." bebernya.

‎Ia menyebut kerusakan sistemik ini terlihat dari fakta bahwa rumah sakit rujukan provinsi, dengan anggaran dan dukungan birokrasi yang besar, tiba-tiba kehilangan fungsi dasarnya yaitu menyediakan obat bagi pasien.

‎"Jika obat-obat dasar pun tidak tersedia, maka layanan kesehatan telah bergeser dari pelayanan publik menjadi sekadar fasilitas fisik tanpa substansi." imbuhnya, Selasa, 25 November 2025.

Baca Juga: Aliansi Buruh Beri 3 Opsi Kenaikan UMP 2026

‎"Dalam logika manajemen rumah sakit yang profesional, situasi seperti ini seharusnya mustahil terjadi kecuali ada persoalan mandeknya tata kelola anggaran, lemahnya manajemen, atau ketidakmampuan melakukan proyeksi kebutuhan obat." tambahnya.

‎Noviardi Ferzi juga menjelaskan bahwa kondisi ini memicu pertanyaan besar mengenai peran Pemerintah Provinsi Jambi, khususnya Gubernur sebagai otoritas pembina dan pengawas utama.

‎Ia mengklaim bahwa tidak ada rumah sakit daerah yang berdiri sendiri. Direksi tidak bekerja dalam ruang hampa.

‎"Ketika hutang obat menumpuk begitu besar tanpa adanya intervensi kebijakan yang cepat, berarti fungsi pengawasan pemerintah provinsi telah melemah atau bahkan absen." kata Dr. Ferzi.

Halaman:

Tags

Terkini

Bina Marga Kebut 461 Proyek Ruas Jalan di Kota Jambi

Rabu, 10 Desember 2025 | 16:40 WIB