daerah

Potret 'Kelam' Aksi Ilegal Mafia Batubara Jambi

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 12:44 WIB
Foto Ilustrasi - Seseorang sedang tertawa di tambang batubara. (Gema Lantang/ist)

‎"IUP semacam itu sering dijadikan alat spekulasi, dijual kembali ke investor lain, atau digunakan sebagai dasar penguasaan lahan di luar mekanisme resmi." sebutnya.

‎Kemudian, ia juga mengatakan bahwa kekacauan di level izin berlanjut ke tahap produksi. Target produksi batubara Jambi tahun 2024 ditetapkan sebesar 38 juta ton, tetapi realisasinya hanya sekitar 19 juta ton atau separuh dari target.

‎Noviardi juga mengungkapkan bahwa penurunan ini bukan sekadar soal cuaca atau logistik, melainkan juga adanya indikasi manipulasi data produksi.

‎"Banyak perusahaan diduga melaporkan produksi lebih rendah dari realitas lapangan untuk mengurangi beban royalti." katanya.

Baca Juga: Mencuat! Dugaan Pungutan Ilegal Batubara di Jambi Capai Triliunan Rupiah

‎Bahkan, sebagian batubara yang keluar dari tambang tidak tercatat secara resmi karena jalur distribusi ilegal yang melibatkan pengusaha lokal dan oknum aparat di lapangan.

‎Noviardi juga menerangkan bahwa jalur transportasi menjadi simpul penting dalam jaringan mafia tambang. Jalur darat yang menghubungkan area tambang ke pelabuhan di Sungai Batanghari seringkali menjadi arena konflik.

‎"Truk-truk batubara berkapasitas besar melintas di jalan provinsi dan kabupaten yang tidak didesain untuk beban berat, menyebabkan kerusakan parah dan kecelakaan berulang." imbuhnya.

‎Potret ini membuat pemerintah daerah kerap terjepit di antara tekanan sosial dan tekanan politik dari kelompok usaha tambang, ketika masyarakat menuntut solusi.

‎Sementara itu, Noviardi juga menyerempet soal janji pembangunan jalan khusus batubara yang diharapkan menjadi solusi justru berjalan lambat karena tarik menarik kepentingan investasi dan regulasi.

Baca Juga: Purbaya Ungkap Gibran Terima Curhatan Kepala Daerah soal Anggaran TKD

‎"Dari sisi penerimaan negara, kebocoran pun tidak kalah besar. Tunggakan royalti dan iuran tetap dari perusahaan tambang di Jambi pernah mencapai Rp132 miliar, dan hingga kini belum sepenuhnya tertagih." kata Dr. Noviardi Ferzi.

‎Padahal, royalti adalah tulang punggung penerimaan daerah dari sektor ini. Pemerintah pusat sebenarnya telah memperketat aturan melalui PP Nomor 18 Tahun 2025, yang menetapkan tarif PNBP (royalti) progresif antara 15% hingga 28% sesuai Harga Batubara Acuan (HBA).

‎Namun, kebijakan ini dihadapkan pada kenyataan lemahnya pengawasan lapangan dan praktik kolusi antara pelaku usaha dan aparat pengawas.

Halaman:

Tags

Terkini

Bina Marga Kebut 461 Proyek Ruas Jalan di Kota Jambi

Rabu, 10 Desember 2025 | 16:40 WIB