Kondisi-kondisi tersebut, menurutnya dapat memengaruhi nilai tukar dan sentimen masyarakat terhadap rupiah. Karena itu, kehati-hatian diperlukan.
“Pemerintah perlu menyiapkan kerangka hukumnya sekarang, menuntaskan rancangan regulasi, dan melakukan pengujian sistem secara bertahap. Namun, penetapan tanggal implementasi harus bersifat kondisional, bergantung pada stabilitas inflasi, kesehatan fiskal, kesiapan sistem pembayaran, dan kepercayaan publik,” jelas Kapoksi PDI Perjuangan itu.
“Redenominasi tidak boleh menjadi proyek kosmetik atau simbol stabilitas semu, ia harus menjadi bagian dari modernisasi ekonomi nasional yang terukur dan strategis,” sambungnya.
Baca Juga: Tanpa Hilirisasi, Jambi Tetap 'Jadi Penonton' di Arena Ekonomi
Sebagai penutup, Harris menyatakan bahwa redenominasi bukan jalan pintas memperkuat rupiah.
“Daya beli ditentukan oleh inflasi dan produktivitas, bukan jumlah nolnya, namun jika kita menggunakannya sebagai proyek modernisasi sistem pembayaran dan literasi harga nasional, di atas fondasi stabilitas yang kuat, kebijakan ini bisa meningkatkan efisiensi ekonomi dan kenyamanan publik tanpa menimbulkan kegaduhan,” terangnya.
“Itulah komitmen yang akan saya kawal sebagai Wakil Rakyat di Komisi XI: memastikan momentum yang dipilih adalah momentum yang siap bukan sekadar yang ramai dibicarakan,” tandasnya.