Kesimpulan internasionalnya jelas, yaitu redenominasi bukan obat masalah fiskal atau inflasi, tetapi hanya berhasil ketika penyakit dasarnya sudah sembuh.
Kompleksitas teknis Indonesia saat ini jauh lebih tinggi dibanding satu dekade lalu di mana rupiah hidup di berbagai ekosistem: uang kartal, saldo rekening, e-wallet, QRIS dengan puluhan juta pengguna, sistem e-commerce, hingga smart contract dan aset digital yang merujuk nilai rupiah.
“Oleh karena itu, redenominasi bukan sekadar mencetak uang baru, tetapi menuntut sinkronisasi nominal pada miliaran entri data di sistem pembayaran, perbankan, merchant aggregator, treasury, platform perdagangan aset digital, dan sistem akuntansi pemerintahan pusat maupun daerah,” ujar Harris.
Risiko teknisnya nyata: kesalahan pembulatan, perbedaan konversi antar-sistem, gangguan transaksi, hingga potensi kerentanan siber.
Baca Juga: Surya Paloh Sorot Putusan MKD usai Sanksi 2 Kader Nasdem
Perkuat Kerangka Hukum Sebelum Redenominasi
Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa perubahan harga rupiah adalah domain undang-undang, bukan sekadar regulasi teknis.
Menurutnya, RUU Redenominasi harus disiapkan bersama BI, OJK, pelaku industri keuangan, dan pemda.
Tahapan transisi, mulai dari harga ganda, masa penarikan uang lama, pembulatan harga, perlindungan konsumen, hingga audit konversi sistem pembayaran, harus diatur secara presisi.
Dengan semua analisa tersebut, yang lebih penting bukan sekadar ‘setuju atau tidak setuju,’ tetapi apakah kita siap menghadapi dampak jangka pendek dan mampu memetik manfaat jangka panjang.
Dampak Jangka Pendek
Dalam jangka pendek, redenominasi hampir pasti menimbulkan gejolak persepsi harga dan memunculkan fenomena money illusion sering terjadi di negara-negara yang melakukan redenominasi, seperti Ghana dan Brazil.
Baca Juga: Tantangan Program Maulana dalam Membangun 'Bahagia' dari Akar Rumput
Masyarakat merasa harga berubah padahal hanya format angka yang berbeda.
Menurutnya, hal tersebut bisa memicu pembulatan harga ke atas, terutama di sektor UMKM yang pencatatannya manual.
Tanpa pengawasan harga yang kuat, efeknya dapat menyerupai inflasi ringan meskipun bukan inflasi fundamental.