Barang mewah yang dimaksud termasuk kendaraan bermotor dengan kriteria tertentu, hunian mewah, hingga kapal pesiar dan pesawat pribadi sebagaimana diatur dalam PP 73/2019 jo. PP 74/2021 dan PP 61/2020.
“Tarif 12 persen hanya berlaku untuk barang mewah yang dikenai PPnBM. Untuk masyarakat umum, tarifnya tetap efektif di 11 persen,” demikian tertulis dalam laporan resmi DJP yang dikutip pada Kamis, 15 Oktober 2025.
Baca Juga: LPKNI Buka Suara soal Aturan Jam Malam Anak di Jambi
Pemerintah bahkan memberi tenggat waktu hingga 1 Februari 2025 bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan sistem administrasi pajaknya, terutama untuk transaksi ke konsumen akhir yang masuk kategori barang mewah.
Tarif Efektif 11 Persen Tetap untuk Barang Umum
Terkait barang yang tidak tergolong mewah, PMK 131 mengatur mekanisme berbeda. PPN dihitung dengan mengalikan tarif 12 persen dengan nilai lain sebesar 11/12.
Hasil akhirnya adalah tarif efektif sebesar 11 persen. Artinya, masyarakat tetap membayar tarif yang sama seperti sebelumnya tanpa tambahan beban pajak.
“Pemerintah berkomitmen agar kebijakan pajak tetap berpihak kepada rakyat dan tidak mengganggu daya beli,” terang DJP.
Mekanisme ini sekaligus menjadi bentuk adaptasi atas ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang memungkinkan penggunaan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain.
Baca Juga: DPR Ingatkan Purbaya Tak Komentari Kebijakan Kementerian Lain
Payung Hukum dari UU HPP
Langkah penerapan tarif efektif yang dijalankan DJP juga disebut tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan laporan resminya, terdapat Pasal 8A juncto Pasal 16G Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menegaskan, pemerintah berwenang menetapkan nilai lain dalam peraturan menteri keuangan.
Dengan dasar itu, PMK Nomor 131 Tahun 2024 sah menjadi instrumen untuk menjaga keseimbangan fiskal sekaligus memastikan stabilitas harga di tingkat konsumen.
Hingga kini, berdasarkan sinyal penurunan PPN hingga implementasi tarif efektif oleh DJP, arah kebijakan fiskal pemerintah tampak condong menjaga keseimbangan antara kepentingan rakyat dan stabilitas negara.
Meski belum ada keputusan final mengenai penyesuaian tarif pada 2026, langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah melalui Kemenkeu dalam mengatur sistem perpajakan di Tanah Air.