GEMA LANTANG, JAMBI — Pertumbuhan ekonomi Jambi pada kuartal III tahun 2025 yang diklaim “positif” sebesar 4,77 persen, harus dibaca sebagai pertumbuhan tanpa bobot.
Hal itu diungkap ekonom ternama di Jambi, Dr. Noviardi Ferzi, ia melihat hal itu bersamaan, Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) justru anjlok -1,61 persen.
"Dalam ekonomika pertumbuhan, ini bukan sekadar variabel statistik — PMTB adalah engine of capacity building. Ketika mesin itu menurun, maka pertumbuhan hari ini tidak punya energi untuk menjadi pertumbuhan besok." ungkapnya.
Menurut, Baccini & Urpelainen (2023) di World Development menunjukkan daerah dengan PMTB negatif, dalam horizon 2–3 tahun masuk fase stagnasi meski PDRB headline terlihat “baik-baik saja”.
"Artinya, tanpa intervensi, Jambi kini sedang menanam benih stagnasi di masa depan." kata Dr. Ferzi dikutip, Sabtu, 8 November 2025.
Baca Juga: Ledakan di Sekolah saat Salat Jumat, Korban Capai 54 Orang
"Masalahnya, pemerintah daerah masih percaya fiskal lokal bisa menutup investment gap. Itu ilusi. Karena dalam konteks Indonesia, fiscal multiplier belanja modal daerah terbukti rendah ketika regulatory bottleneck tidak dipecah." tambahnya.
Lebih lanjut, Ferzi mengatakan bahwa menurut Mutiarasari dkk. (2024) dalam Jurnal Kebijakan Ekonomi menemukan 60% keputusan menunda investasi tidak dipicu harga atau margin usaha.
Akan tetapi dipicu regulatory opacity, yakni ketidakpastian perizinan, tarik-menarik kepentingan tata ruang, dan delay administratif.
Ekonom itu menilai hal ini diperburuk oleh sisi pembiayaan. Dimana, bank kini berada dalam fase risk-tightening regime pasca kenaikan global cost of fund.
Baca Juga: Polisi Tetapkan 8 Tersangka Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Jokowi
Sementara itu, Fauzi dkk. (2024) di Journal of Financial Regulation and Compliance menyebut pola ini sebagai bank menyempitkan kredit bukan karena sektor tidak viable, tetapi karena preferensi risiko naik tajam.
"Di ekonomi seperti Jambi yang didominasi komoditas primer [perkebunan rakyat, bio-commodity], sinyal kredit konservatif bank itu berarti sentimen investasi privat kolaps lebih cepat." imbuhnya.