GEMALANTANG.COM, GAZA -- Presiden Palestina Mahmud Abbas mendesak Hamas untuk membebaskan semua sandera di Gaza, dengan mengatakan bahwa penahanan mereka memberi Israel alasan untuk menyerang wilayah tersebut.
Sementara, AFP melaporkan bahwa tim penyelamat menemukan mayat-mayat hangus akibat serangan Israel tersebut.
Setidaknya 18 orang tewas di Jalur Gaza akibat serangan Israel, sementara Jerman, Prancis, dan Inggris mendesak Israel untuk mengakhiri blokade terhadap bantuan yang memasuki wilayah yang terkepung tersebut.
Israel melanjutkan kampanye militernya di Gaza pada tanggal 18 Maret, mengakhiri gencatan senjata yang sebagian besar menghentikan permusuhan dan mengakibatkan pembebasan 33 sandera dari Gaza dan sekitar 1.800 tahanan Palestina dari penjara Israel.
Pembicaraan yang ditujukan untuk mencapai gencatan senjata baru sejauh ini gagal menghasilkan terobosan apa pun, dan delegasi Hamas saat ini berada di Kairo untuk melanjutkan negosiasi dengan mediator Mesir dan Qatar.
Baca Juga: RKLA Hadir Untuk Membangun dan Memajukan Sarolangun
"Hamas telah memberikan alasan kepada pendudukan kriminal untuk melakukan kejahatannya di Jalur Gaza, yang paling menonjol adalah penyanderaan," kata Abbas dalam sebuah pertemuan di Ramallah, kantor pusat Otoritas Palestina (PA) di Tepi Barat yang diduduki Israel.
"Saya yang membayar harganya, rakyat kita yang membayar harganya, bukan Israel. Saudaraku, serahkan saja mereka." timpalnya, seperti dilansir AFP.
Hubungan antara partai Fatah pimpinan Abbas dan Hamas telah tegang, dengan perpecahan politik dan ideologis yang mendalam selama hampir dua dekade.
Baca Juga: Wagub Sani Dukung Pengembangan Kekayaan Intelektual Melalui Kanwil Kementerian Hukum Jambi
Abbas dan PA sering menuduh Hamas merusak persatuan Palestina, sementara Hamas mengkritik Abbas karena bekerja sama dengan Israel dan menindak perbedaan pendapat di Tepi Barat.
Israel terus menggempur Gaza pada hari Rabu, dengan tim penyelamat mengatakan sedikitnya 18 orang telah tewas sejak fajar, termasuk 11 orang dalam serangan terhadap sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan bagi para pengungsi.