Gelombang demonstrasi yang berlangsung pada 2006 memaksa Gyanendra mengembalikan parlemen. Setahun kemudian, dengan mediasi PBB, pemerintah dan kelompok Maois menandatangani perjanjian damai.
Hal ini disebut menjadi awal mula pemerintahan Nepal yang semula menganut sistem Monarki, berubah menjadi republik demokratis.
Baca Juga: Telisik Awal Mula Gejolak Demonstrasi di Nepal, ada Korupsi hingga Medsos
2008: Berubah dari Monarki ke Republik
Al Jazeera dalam laporannya menyebutkan, pada 2008 Nepal resmi menghapus monarki dan berubah menjadi republik demokratis, sebuah peristiwa yang menutup lebih dari dua setengah abad kekuasaan kerajaan.
Meski begitu, sistem baru itu tidak langsung membawa stabilitas. Nepal menghadapi krisis demi krisis, mulai dari gempa bumi dahsyat 2015, keterpurukan ekonomi, hingga pandemi Covid-19.
Di sisi lain, banyak warga dinilai mulai merindukan monarki sebagai simbol pemersatu bangsa.
Baca Juga: 18 Orang Tewas Dalam Kecelakaan Pesawat Di Nepal
Lahirnya Demonstrasi Gen Z di 2025
Rasa kecewa warga Nepal kemudian memuncak dalam demonstrasi September 2025. Anak-anak muda yang lahir setelah tumbangnya monarki menganggap demokrasi gagal memberi masa depan yang lebih baik.
Menurut Al Jazeera, para demonstran menuduh pemerintah gagal mengatasi pengangguran, inflasi, dan korupsi.
“Generasi muda menilai elite politik hanya sibuk dengan perebutan kekuasaan, sementara rakyat dibiarkan menanggung krisis,” tulis Al Jazeera dalam artikel yang tayang pada Kamis, 11 September 2025.
Baca Juga: Tom Lembong Ikut Soroti Aksi Demonstrasi Agustus 2025 Lalu
Kerusuhan kali ini memunculkan kembali trauma lama. Banyak pihak membandingkannya dengan gelombang protes 2006 yang menjatuhkan monarki.
Bedanya, kini korbannya adalah generasi baru yang sejak lahir hanya mengenal Nepal sebagai republik.
Menarik benang tragedi istana 2001 hingga kerusuhan Gen Z 2025, Nepal tampak belum berhasil menutup luka sejarahnya.